Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (113): Nikah Tanpa Cinta

2 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   10:10 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendekar Iblis Muka Gedeg (Dok Tri)

Setelah dilantik, puluhan orang anggota baru mendapat kehormatan, bisa berada cukup dekat dengan tempat duduk yang akan ditempati Kanjeng. Hanya pada hari itu.

Tiba saat yang dinanti-nanti, yakni ceramah dari pemimpin tertinggi Intijiwo. Kanjeng Wotwesi berjalan menuju panggung dengan dikawal puluhan anggota tingkat tujuh. Berbagai pekik pujian dilontarkan oleh para anggota yang ratusan jumlahnya. Pujian yang menyebut kanjeng sebagai pahlawan, pelindung rakyat kecil dan pemberantas roh-roh jahat.

Pada saat itu masyarakat umum pun diijinkan memasuki wilayah halaman Puri Intijiwo. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh mereka untuk bisa sedekat mungkin dengan panggung dan menyimak ceramah yang sangat jarang terjadi. Beberapa orang tampak membungkuk rendah, berlutut dengan kepala hampir menyentuh kaki. Yang lain mendesakkan diri ke depan untuk sekedar bisa menyentuh kaki atau jubahnya.

Prihatin melihat sikap orang-orang yang mendewa-dewakan kanjeng, Ki Renggo pun bergeser mundur untuk memberi jalan mereka yang terus merangsek maju.

Tiba-tiba terdengar kegaduhan di depan panggung, memecahkan suasana khidmat. Salah seorang anggota yang baru dilantik menyerang kanjeng dengan menggunakan jurus tusukan maut ke arah dada. Gerakan yang sangat terlatih dan penuh tenaga itu mampu dipatahkan kanjeng dengan sangat mudah. Petugas keamanan pun dengan sigap melumpuhkan si penyerang gelap.

"Penyusup mau cari mati!"

"Habisi saja!" timpal yang lain, "Jangan beri ampun!"

"Sepertinya dia gak waras, atau memang sudah bosan hidup!"

"Bantai saja penyusup keparat!"

Terlontar berbagai seruan dari kerumunan. Suara-suara yang diliputi kemarahan itu untuk sementara dibiarkan saling bersahutan.

"Tenang-tenang..," seru Kanjeng Wotwesi sambil mengangkat kedua tangan untuk memberi isyarat agar semua kembali tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun