Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (112): Obrolan Ringan

27 November 2024   05:02 Diperbarui: 27 November 2024   08:34 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Giliran seorang pakar politik memberikan wejangan, "Tahukah kalian bahwa semua tragedi yang menyedikan dalam sejarah jatuh bangunnya kerajaan-kerajaan itu terjadi ketika keagungan agama diturunkan paksa ke dalam pusaran hiruk-pikuk politik!"

"Mohon dijabarkan, Ki," timpal seseorang sambil memperbaiki posisi duduknya, bersila di atas tikar tua yang tampak sering ketumpahan kopi.

"Itu memang daya pikat yang paling ampuh agar kita percaya bahwa kepentingan politiknya merupakan kepentingan dewa dan agamanya. Jika kita tidak berpihak kepada mereka lantas dituding menentang kehendak dewa, atau dianggap musuh agama. Itulah mengapa, mereka menunjukkan ibadahnya secara terbuka dihadapan publik. Ibadah yang sangat khidmat jika dilakukan dalam keheningan, di tangan mereka segala ritual yang suci itu menuntut cahaya damar yang gemebyar! Pamer kesalehan! Pamer kesucian!"

Ada juga seorang guru ahli tasawuf yang sedang menikmati kolak dalam mangkuk kayu.

"Njenengan kok tidak bosan pesan kolak?" seru seorang pengunjung.

Sang Sufi yang bernama Mbah Kadir itu menuturkan, "Kolak berasal dari kata 'Khalik' yang artinya Sang Pencipta, dan ini dijadikan salah satu media dakwah oleh para Walisanga!"

"Menarik! Bagaimana ceritanya, Mbah Guru?" timpal yang lain.

"Kolak yang berisi pisang kepok dikaitkan dengan kata 'Kapok', yang berarti jera. Makanan ini bisa jadi pengingat manusia agar banyak bertaubat kepada Allah. Selain itu ada juga telo pendem. Kata 'Pendem' merujuk pada makna agar kita rajin mengubur keburukan-keburukan yang pernah dilakukan di masa lalu!"

"Kekonyolan pikiran saya menduga bahwa pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir sebagai penjaga lautan itu adalah di tanah Jawa!" celetuk Sang Mpu, "Bagaimana menurut Mbah Kadir?"

"Kenapa begitu, Mpu Wicak?"

"Sebab sisa-sisa ilmu Nabi Khidir sampai detik ini hanya diterapkan oleh orang Jawa!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun