Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (112): Obrolan Ringan

27 November 2024   05:02 Diperbarui: 27 November 2024   08:34 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Sebuah warung kopi sederhana. Di tengah hamparan persawahan yang luas di bawah rumpun bambu yang teduh. Apabila kekayaan membuat seseorang bersikap angkuh, maka dianjurkan singgah barang sejenak di warung itu. Di situ mereka akan tahu bahwa orang kaya sejati justru berusaha mati-matian menyembunyikan kekayaannya.

Ada seorang pelanggan setia yang penampilannya seperti seorang pengembara tersesat. Bajunya lusuh dan selalu penuh keringat, seolah habis melakukan perjalanan jauh. Padahal dia seorang saudagar yang paling sukses di kota itu.

"Supaya kamu ketahui, harga satu rumah saudagar itu saja mungkin tak akan terbeli olehmu! Padahal dia punya sembilan belas rumah!" komentar yang akrab terdengar di telinga masyarakat.

"Ki, berilah nasehat kepada saya!" celetuk seorang pengunjung warung kepada sang saudagar.

"Bukan merupakan dosa merasa lemah karena memiliki kekurangan!" papar sang saudagar, "Tapi jangan hal tersebut membuat kita menyalahkan diri sendiri dan mengutuki nasib. Kesadaran akan kekurangan harusnya mendorong kita untuk berjuang lebih keras lagi. Perhatikan ini ya, kalau memang diri kita ternyata sekedar ketela, jangan biarkan begitu terus! Cari jalan kek, gimana caranya jadi ketela goreng atau mungkin jadi keripik, getuk, sawut, dan lain sebagainya. Masa iya mau jualan ketela mentah terus! Upayakan kualitasmu bertambah hingga menjadi lebih mahal!"

Sementara jika karena berpendidikan tinggi kemudian membuat seseorang tinggi hati dan gila hormat, maka dianjurkan juga untuk sering singgah ke warung itu. Jangan pula sampai meninggikan nada suara seolah berwawasan paling luas, karena bisa jadi di sebelah ada orang berbaju dan bercelana murahan yang terlihat seperti tukang ronda, padahal dia seorang Mpu yang gelarnya sangat panjang. Dia barangkali sedang butuh minum secangkir kopi jahe hangat. Itu untuk meredam kejenuhan sebelum melanjutkan menyalin kitab-kitab kuno. Itu pun dalam rangka melaksanakan tugas dari kerajaan.

Orang bernama Mpu Wicak itu ketika masih muda dulu berkerja di kotaraja Trowulan, menyalin berbagai kitab kuno untuk perbendaharaan perpustakaan istana Majapahit.

Nasehatnya yang paling pupoler, "Satu panah hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus banyak kepala!"

"Mpu, beri saya nasehat agar bisa menulis buku seperti Mpu!" celetuk seorang pemuda sambil menikmati aroma kopinya.

"Menulis harus banyak membaca. Mustahil tidak suka membaca lantas bisa menulis. Menulislah dari hati, niatkan untuk bermanfaat bagi orang banyak!" tuturnya datar. "Menulis merupakan proses kreatifitas yang membutuhkan proses panjang, itulah mengapa harus terus dilatih berulang-ulang secara konsisten. Menulis merupakan sarana aktualisasi diri serta bukti eksistensi diri, karena karya itu kelak akan terabadikan dalam sejarah!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun