Penganut intijiwo tingkat tujuh memiliki keyakinan, tanpa Ratu Jiwo, tidak mungkin pemukiman Lembah Gunung Pegat itu bisa dibangun.
Seiring dengan berjalannya waktu, seorang pertapa yang menyamar menjadi tukang kebun itu semakin banyak menemukan keanehan-keanehan.
Untuk sementara waktu Ki Renggo menyimpan sendiri pengetahuan tentang kesesatan Kanjeng Wotwesi dan Intijiwo. Ia tidak akan membuka hal itu kepada siapa pun sebelum yakin benar kepada siapa orang itu berpihak. Peristiwa di kademangan telah memberi banyak pelajaran baginya untuk jangan sampai kesalahan itu kembali terulang.
Ada seorang anggota yang baru diterima dan tinggal di asrama tingkat satu. Ki Renggo menduga orang baru itu adalah seorang penyusup seperti dirinya. Entah apa misi penyusupannya. Pasti banyak orang yang ingin menyusup dan memata-matai Kanjeng Wotwesi. Mungkin pengusaha saingannya yang ingin mengetahui rahasia-rahasia kesuksesannya, atau pendekar-pendekar yang ingin balas dendam.
Yang jelas, jika ia bisa mencurigai seseorang sebagai penyusup, bukan mustahil para petugas keamanan Intijiwo pun juga bisa mencurigainya. Oleh karena itu, ia mengingatkan dirinya sendiri agar selalu waspada dan harus hati-hati dalam segala tindakan.
Menurut penilaiannya, jika orang baru itu memang benar penyusup, dia terlalu mencolok. Gerak-geriknya terkesan tidak natural dan dibuat-buat. Akan berbahaya jika orang yang tidak berpengalaman menyusup di tempat seperti itu.
Suatu ketika ia berpapasan dengan orang baru itu di jalan menuju asrama. Mereka sama-sama baru keluar dari kamar mandi. "Maaf, anda yang baru kemarin siang masuk ya?"
"Iya benar!"
"Dari mana?"
"Dari Jombang! Kalau Ki sanak?"
"Saya dari Banyuwangi!" Ki Renggo tidak berniat untuk bercakap-cakap lebih lama. 'Dari Jombang. Hm.., tempat itu memiliki banyak pendekar dan padepokan besar, kenapa belajar ke Lamongan? Patut dipertanyakan!'