"Tidak. Kamu justru yang membuat hidup mbok selama ini begitu menyenangkan. Mbok hanya ingin kamu jadi orang baik, Le!"
Klebat mengantar perempuan tua itu sampai di luar jembatan. Entah kenapa ia merasa seolah-olah tidak akan bisa bertemu lagi dengan pengasuh yang sangat disayanginya itu. "Cepat kembali ya, Mbok!" teriaknya saat kereta perlahan-lahan bergerak meninggalkannya.
Mbok Cipluk melambaikan tangan sambil menyunggingkan senyum lebar. Matanya berkaca-kaca. Ia yang merawat Klebat sejak bayi seperti anaknya sendiri. Ia menyadari bahwa dirinya hanya seorang pembantu. Tapi kemudian ada orang yang mengungkit-ungkit bahwa dia bukan siapa-siapa dan itu membuatnya benar-benar tersinggung.
Beberapa menit sebelumnya, Ki Dewan tampak meninggalkan rumah. Ia lalu menyamar sebagai penjahat kelas teri dan berdiam di pinggir perbatasan desa menunggu calon korban. Ia bisa saja menyuruh anak buahnya membunuh Mbok Cipluk. Itu bukan persoalan besar. Tapi ia ingin memastikan dengan matanya sendiri  bahwa perempuan itu benar-benar disingkirkan untuk selamanya.
Menyingkirkan penghalang ataupun potensi musuh adalah hal yang lumrah bagi kelompok Intijiwo. Memang tidak semua orang bisa ditundukan dengan mudah. Ada orangorang yang berprinsip kuat dan mencoba melakukan perlawanan dengan gigih. Jika cara halus tidak berhasil ditempuh, Intijiwo tidak segansegan melenyapkan mereka dengan cara serangan gelap. Serangan gelap yang bertujuan untuk menyingkirkan musuh dengan cara membunuhnya. Terutama musuh dalam selimut. Ada sederet nama orang-orang dalam sendiri yang ditemukan meninggal tidak wajar. Itu hal yang lumrah.
***
Hujan deras mengguyur Lembah Gunung Pegat. Ketika pikirannya tertuju kepada Alya, Si Peri Anggun dari Jombang, hujan jadi tak berarti lagi. Tidak pernah terbayangkan olehnya kenapa harus menderita semata-mata karena gadis itu. Seorang gadis yang membuat otaknya dipenuhi gambaran baru tentang bagaimana seharusnya menjadi seorang lelaki yang baik.
Sekembalinya dari tempat yang dijuluki kota beriman itu, ia mulai sering dilanda rasa kesenduan yang aneh. Ia bertanya-tanya dalam hati kenapa demikian. Tinggal sendirian di dalam kamar bukanlah hal baru baginya. Apalagi di sekitar puri selalu ada beberapa orang yang berjaga-jaga. la memiliki segala yang menyenangkan di rumah. Namun kini ia merasa lebih sepi daripada sewaktu tinggal di desa terpencil hanya berteman dengan Mbok Cipluk.
Bayangan Alya dan anak-anak melekat dalam memorinya. Anak-anak yang selalu tampak ceria dan bahagia, yang membuat ia ingin dilibatkan dalam permainan mereka. Orang yang bahagia memang cenderung akan menjadi orang baik hati. Demikian juga sebaliknya. Ia tidak pernah punya kenangan bermain bersama anak-anak.
Sambil rebahan bertopang dagu menghadap taman di dekat jendela, ia menjengkali perasaannya, sebelum akhirnya sampai pada satu kesimpulan. Ia merasa kesepian. Orang-orang di kawasan lembah yang selalu bersikap ramah dan baik hati tidak dapat meredakan perasaan kesepian yang sedang ia rasakan. Apalagi tidak ada Mbok Cipluk, puri megah itu hanya menyisahkan kesunyian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H