Pihak Raden Suncoko kini berada di atas angin. Mereka berhasil terus mendesak hingga lawan terus mundur.
Ki Genuk, berhasil mendaratkan sebuah tendangan yang membuat tengkorak Ki Dewan seperti gegar otak dan pedangnya terlempar. Pendekar tua itu mendapat kesempatan lagi, sehingga Ki Dewan hanya bisa berkelit dan terus berkelit.
Orang tangan kanan Kanjeng Wotwesi itu terlalu menganggap remeh pihak Raden Suncoko. Anak buahnya satu persatu dipaksa terkapar di atas tanah. Ketika ada peluang untuk melarikan diri, ia pun lari, tapi dikejar oleh Ki Genuk.
"Jangan biarkan seorang pun lolos!" teriak Raden Suncoko lantang.
Ki Genuk sendiri tidak pernah membiarkan musuhnya lolos. Itu tidak akan pernah. Hatinya takkan setengah-tengah untuk menghabisi setiap musuhnya. Itulah makhluk ekstrem yang sifat primitif dan liar mengalir dalam darahnya. Sifat yang seolah tak kenal cahaya peradaban.
Di saat sangat genting, di mana leher Ki Dewan nyaris ditebas golok Ki Genuk, tiba-tiba golok itu terpental tanpa tahu apa sebabnya. Semua orang terperanjat, karena beberapa detik kemudian tampak sosok bertopeng gedek berdiri melindungi Ki Dewan.
"Iblis Muka Gedek!" teriak orang-orang nyaris serentak.
Kemudian sosok lain muncul di belakang Ki Dewan seperti siluman. Dia adalah Kanjeng Wotwesi.
Kubu Raden Suncoko terpaku di tempat. Untuk sementara, waktu seolah berjalan lambat.
"Darahku mendidih memikirkan bagaimana anak perempuanku dulu berakhir dengan begitu mengenaskan!" seru Kanjeng di timpah rintik gerimis. Orang-orangku kalian bantai dan kemudian kalian rampas semua harta benda dan tanahku!"
Setelah Kanjeng selesai berkata demikian, tubuh Iblis Muka Gedek berkelebat, berputaran cepat bukan main sehingga Ki Genuk dan para anak buahnya hanya melihat bayangan berkelebatan. Mereka menyambut dengan serangan ganas. Mereka seolah-olah melawan bayangan, menusuk, menyabet dan menikam setiap bayangan secara ngawur, karena lawan tidak dapat dilihat dengan jelas, seperti iblis.