Si Iblis itu tak tahu pasti jumlah lawannya. Yang jelas puluhan golok dan tombak bergantian berhasil ia hindari. Namun demikian, dalam sekejap mata serangan lain kembali menyusul.
Ada juga serangan yang tepat mengenai tubuhnya. Ketika beberapa serangan para pengeroyok tak dapat dielakkan, maka terpaksa diterima dengan tubuhnya. Andaikata ia tidak memiliki kekebalan, dapat dipastikan akan celaka. Tubuhnya memang tidak terluka, tapi menerima sabetan dan bacokan senjata masih tetap menimbulkan sedikit rasa sakit.
Si Iblis akhirnya mengeluarkan tongkat bambu pusaka, membalas dengan serangan maut. Sejumlah besar tombak, golok dan pedang berantakan, terbang ke udara dan jatuh berserakan. Pada detik-detik berikutnya, terdengar susul-menyusul jeritan orang mengaduh. Ada yang patah lengannya, ada yang tulang kering kakinya mencuat keluar, ada yang hidung dan mulutnya pecah, ada yang kepalanya bocor. Puluhan tubuh malang-melintang di tanah. Tanpa ampun Si Iblis Muka Gedek mengejar mereka yang mencoba kabur.
"Jangan biarkan seorang pun lolos!" balas Kanjeng Wotwesi berteriak. Ia sendiri akan memastikan benar bahwa tak ada sepenggal nafas pun tertinggal.
Riwayat Raden Suncoko, Ki Genuk Gluduk dan Laskar Cabaknya yang melegenda, tamat hari itu juga. Di halaman depan Pendopo Emas, hanya menyisahkan kesunyian.
***
Kejengkelan membuat mata perempuan tua yang biasanya tersembunyi di antara keriput dan kantung mata itu terbuka lebar. "Kamu membunuh orang lagi?"
"Siapa yang bilang?"
"Berita soal Iblis Muka Gedek membantai puluhan orang ramai di luar sana. Jangan dikira Mbok tidak tahu bahwa itu adalah kamu, Le!"
"Tapi aku cuma membela diri, Mbok?"
Mbok Cipluk menghela nafas panjang. "Kamu masih ingat? Kamu pernah berjanji untuk tidak membunuh orang lagi?"