Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (105): Pengingkaran Terakbar

7 November 2024   06:42 Diperbarui: 7 November 2024   11:54 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Tanpa curiga sedikit pun, Gala tiba-tiba merasakan suatu benda menembus dada sebelah kirinya dan mengenai jantung. Sakit bukan main, tapi ia tidak sempat berteriak. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan pengingkaran akan sebuah kepercayaan. Ia roboh, berkelojotan sebentar, dan tidak lama kemudian menghembuskan nafas terakhir.

***

Intijiwo, ajaran Kanjeng Wotwesi, telah mengundang rasa penasaran masyarakat luas. Rahasia suksesnya begitu memesona. Mulai dari rakyat kecil sampai golongan bangsawan papan atas. Tentu saja sukses yang oleh kebanyakan orang dipersempit dalam arti bergelimang materi.

Raden Suncoko adalah salah seorang bangsawan pengagum Kanjeng Wotwesi, dan ia telah lama masuk radar pengintaian. Bukan sebuah kebetulan, itu semata-mata karena Raden Suncoko adalah putra sulung Raden Sutowo yang pernah menjadi musuh bebuyutan Kanjeng Wotwesi.

Orang kepercayaan Kanjeng, Ki Dewandaru, ditugaskan khusus untuk mendekatinya. Itulah awal peristiwa yang terkenal dengan sebutan 'Kasus Pendopo Emas'.

Pendopo Emas berada di wilayah yang sangat luas, dan menjadi kediaman Raden Suncoko beserta lima belas saudara beserta anak cucunya.

Ketika memasuki tempat itu, terasa oleh Ki Dewan yang saat itu ditemani Ki Jangkar, bahwa pendopo itu bukan sekedar tempat tinggal biasa. Kelihatan dari tembok tanah tebal yang mengelilinginya dan lebih mirip sebuah benteng. Pintu gerbangnya juga boleh dikatakan cukup megah, kendati sudah tua dan sudah sangat memerlukan perbaikan. Tapi setidaknya sisa-sisa kemegahan itu masih terlihat jelas. Saksi bisu akan puncak perang antara pihak Raden Sutowo melawan pihak Kanjeng Wotwesi, sekitar dua puluh tahun silam.

Ki Dewan orang yang tampan. Dadanya bidang dan besar, memberikan kesan lelaki sejati. Sedangkan Ki Jangkar agak sedikit lebih pendek. Matanya yang lebar dan kedua tangannya yang cenderung bergerak ketika berbicara, mencerminkan kepribadian yang periang dan selalu bersemangat. Mereka berdua adalah orang yang mampu menipu sambil menatap tulus mata calon korbannya.

Ki Dewan mengatakan, "Pemimpin besar kami, Kanjeng Wotwesi, sangat tertarik dengan Pendopo Emas yang terkenal ini, dan beliau berkenan mengundang Raden Suncoko berserta keluarga untuk berkunjung ke tempat beliau!"

Raden Suncoko kegirangan mendengar kesempatan langka itu. Tanpa banyak pertimbangan, pada hari yang ditentukan, ia dan keluarganya dijemput dengan tiga kereta kuda terbaik milik Kanjeng Wotwesi.

Di sepanjang jalan yang memakan waktu hampir empat hari, Ki Dewan selalu menyelipkan puji-pujian akan kehebatan pemimpinnya. "Ambilah contoh ajaran dari Kanjeng yang sebetulnya sederhana tapi menjadi kekuatan dasyat. Yaitu, kejujuran, murah hati, ramah, dan menepati janji. Tidak ada yang rahasia. Kita semua pasti pernah mendengarnya. Yang membuat dasyat adalah dampak yang dihasilkannya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun