Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (102): Pusaka Pring Kuning

2 November 2024   05:59 Diperbarui: 2 November 2024   06:03 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu benar! Baiklah, Mbok! Nanti setelah situasi aman kalian akan aku jemput!" Kyai Wotwesi segera memberi perintah dua orang untuk mengantarkan mereka pulang.

Klebat akhirnya memilih ikut pembantunya dan lebih senang berpisah dengan kakek yang tidak tahu bagaimana menghibur cucu yang mengalami nasib tidak menguntungkan seperti itu. Serangan balik pasukan Raden Sutowo telah membuat ibunya tewas. Ia dan kakeknya kemudian harus berusaha menyelamatkan diri, pergi jauh dari wilayah musuh. Dalam pelarian itu otaknya merekam semua hal pahit tentang peperangan, hal yang sangat dibencinya.

Saat perpisahan, Kyai Wotwesi sempat meminta agar cucunya memberikan pusaka Pring Kuning. Tapi Klebat dengan gigih bercampur keras kepala khas anak tak berayah dan beribu, menolak tegas permintaan itu.

Klebat sering merindukan kedua orangtua yang terlalu singkat dikenalnya. Pusaka 'Pring Sambung Nyowo Junjung Drajad' itulah, entah kenapa, menjadi satu-satunya barang yang bisa mengingatkannya kepada mereka dan mengobati kerinduannya.

Kyai Wotwesi sadar akan kehampaan yang ada dalam hati cucunya. Menurutnya, hati itu sudah ditakdirkan untuk mati-matian merindukan apa yang tidak pernah bisa diperolehnya, yaitu cinta kedua orangtua.

"Nak, di saat kakek masih asyik berpetualang memburu kekuasaan, ayah dan ibumu telah pergi. Kakek merasa dituntut untuk bisa menjadi seorang yang bisa menggantikan mereka, yang bisa merawatmu dengan baik, tapi kakek bahkan belum mampu merawat diri kakek sendiri, maafkan kakek. Kamu berhak mempunyai seseorang yang lebih baik dari kakek, dan Mbok Cipluk adalah orang yang tepat untuk itu. Pergilah bersama Mbok. Kalau keadaan sudah aman, kakek pasti akan menjemputmu. Sekali lagi kakek minta maaf!"

Sore sebelumnya, kira-kira sebelum isya', hujan deras mengguyur dataran lembah Gunung Pegat. Lembah angker yang didiami kerajaan jin. Saat itu lewat tengah malam, tanggal lima belas bulan delapan tahun 1500 Masehi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun