Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (85): Membakar Matahari

10 Oktober 2024   04:58 Diperbarui: 10 Oktober 2024   07:46 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ki Panji menganggukan kepala dan berjalan memasuki rumah. Ia memeluk Ajeng dari belakang dan membawanya ke atas ranjang. Ajeng merasa aneh dengan sikap suaminya yang begitu bernafsu, tapi ia tidak sempat berpikir, terbius oleh aroma tubuh yang juga terasa aneh di penciumannya.

Entah kenapa Ajeng berusaha menatap mata suaminya, dan ia baru sadar bahwa lelaki itu bukan suaminya karena ketika tersenyum, gigi depannya lengkap. Padahal gigi depan Ki Panji rontok sewaktu bertarung melawan Laskar Rimba. Dengan cepat dan sekuat tenaga Ajeng mendorong tubuh lelaki itu, tapi kedua tangannya hanya mendorong angin. Sosok yang mirip suaminya itu menghilang di hadapannya.

Tubuh Ajeng menggigil dan bulu tengkuknya meremang. Ia baru ingat bahwa saat itu adalah malam Jum'at. Mulutnya segera membaca doa-doa.

***

Ayu Lastri mendapat informasi dari seorang murid bahwa Cak Saidi keluar dari padepokan dengan cara melompati pagar. Ia segera memakai penutup kepala dan segera mengejar. Ia melihat sosok seseorang berlari dengan cepat sekitar lima puluh langkah di depannya. 'Belum terlambat!' pikirnya. Ia tidak bisa menunggu Mahesa yang sedang mengikuti pengajian di langgar.

Sementara itu, Mahesa yang baru pulang dari langgar, tiba-tiba melihat berkelebatnya bayangan melompati pagar dan berlari dengan cepat, maka ia segera mengikutinya. Ia tidak tahu bahwa di belakangnya Lastri sedang mengikutinya.

Ternyata orang itu memasuki sebuah rumah tua terbuat dari gedek yang sudah rusak, terletak di tengah sebuah kebun pisang yang sunyi, jauh dari perkampungan penduduk. Mahesa menyelinap di antara pohon-pohon pisang dan mencari tempat sembunyi dan mengintai lewat sebuah jendela yang daun jendelanya terlepas.

Lastri heran ketika melihat ternyata orang yang dikejarnya itu bersembunyi dan tampak mengintai sebuah rumah. Ia kemudian mencari jalan memutar dan mengintai dari sisi lain.

Di dalam rumah yang kosong dan kotor, di situ tengah berkumpul tiga orang menduduki kursi bobrok. Dua batang obor menyala menerangi ruangan dan keadaan amat menyeramkan. Orang yang baru datang, ternyata Cak Saidi, disambut di depan pintu oleh orang yang juga tampak baru datang.

Mahesa dapat mengenali wajah mereka. Pertama-tama tentu saja Cak Saidi. Ia juga melihat Ki Panji dan Ki Geni serta dua orang laki-laki tinggi besar yang tidak asing lagi, yakni Juragan Bejo dan Ki Bogel. Kini Mahesa mencurahkan perhatian kepada orang yang menduduki kursi di pojok. Seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun, badannya kekar dengan mukanya nyaris kotak dan pada punggungnya tergantung sebuah pedang.

Dari percakapan mereka, Lastri menangkap bahwa orang asing itu adalah pembunuh bayaran yang disewa Ki Bejo untuk menghabisi nyawa seorang murid Padepokan Benteng Nusa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun