Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (77): Perang Tenaga Batin

29 September 2024   05:33 Diperbarui: 29 September 2024   06:33 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tri Handoyo

Ketika tidak setuju dengan Prabu Bre Kertabhumi, Ki Ageng Kutu menyatakan diri menjadi oposisi. Kebo Dedet langsung menyatakan mendukungnya. Kebo Dedet adalah seorang menteri yang tersingkir dari kedudukannya karena kejahatan korupsinya terbongkar.

Menteri yang membelot ke kubu Ki Ageng Kutu itu kemudian gencar membangun jaringan dengan menyebarkan fitnah dan adu domba. Dia sebetulnya hanya memanfaatkan Ki Ageng Kutu demi ambisi pribadinya terhadap kekuasaan. Kebo Dedet yang cukup sakti ditugaskan untuk mencari 'Pagebluk', yakni wabah penyakit yang mematikan. Inilah strategi rahasia yang mutakhir, yakni menggunakan ilmu hitam. Ketika kalah dalam jumlah pasukan dan senjata, maka isu agama dan ketidakadilan adalah senjata yang sangat efektif, sementara ilmu hitam adalah senjata yang mutakhir.

Politisi yang bermental maling dan serakah sebetulnya tidak peduli siapapun raja yang berkuasa, yang penting kepentingan mereka tidak diganggu. Mereka kemudian merangkul dan membentuk serta membiayai aktivis agama dan aktivis kemanusiaan, dan menyadari betul bahwa isu agama merupakan hal yang sangat sensitif dan besar potensinya dalam memicuh konflik. Dengan kondisi demikian raja seringkali dipaksa untuk memilih kompromi ketimbang memilih konflik dengan para agamawan. Siapapun yang punya semangat yang sama soal agama namun miskin ilmu maka akan mudah dihasut untuk memberontak.

Sementara aktivis kemanusiaan akan mudah digiring dengan isu ketidakadilan. Memang tidak ada raja di muka bumi ini yang mampu berbuat adil. Tidak ada satupun. Karena keadilan itu bersifat subyektif. Siapapun yang tidak puas pasti akan mudah mengatakan diperlakukan tidak adil. Inilah yang menjadikan narasi ketidakadilan sangat menggiurkan digunakan untuk menghasut rakyat agar membenci rajanya.

Kebo Dedet bertapa di daerah pantai selatan untuk bisa bertemu dengan penguasa kegelapan. Setelah sekitar sebulan lebih, akhirnya sosok mengerikan berwujud manusia berbadan ular naga muncul di hadapannya.

"Wahai, Ki sanak, aku adalah Danyang Kegelapan! Ada keperluan apa kamu datang ke sini?"

"Perkenalkan Kanjeng Danyang Kegelapan, nama saya Kebo Dedet. Saya diutus oleh Raja yang bertahta di Majapahit untuk mencari pagebluk dan obat penawarnya." dusta Kebo Dedet dengan mencatut nama raja, "Saya tidak datang sendiri, melainkan datang dengan beberapa benda pusaka dan hewan ternak sebagai sesajen!"

Danyang Kegelapan tanah Jawa itu sengaja menampakan diri sebagai Dewa Naga. "Ceritakanlah Ki sanak. Kenapa kamu sampai mencari pagebluk, supaya aku tahu duduk persoalannya?"

"Baiklah, Kanjeng Danyang. Pada suatu malam Prabu Bre Kertabhumi bermimpi menerima wangsit bahwa akan ada pemberontak dari arah barat yang hendak menyerang istana. Prabu ingin pagebluk ini digunakan untuk melumpuhkan para pemberontak itu!"

"Baiklah. Karena kesungguhanmu saat bertapa, aku kabulkan permohonanmu. Ini adalah pagebluk dari jenis demit yang tidak bisa mati, bahkan jika dilukai maka anggota tubuh yang terpisah itu akan menjadi kembarannya. Dia akan terus-menerus berkembang biak. Kelemahannya dia tidak akan mampu menyerang orang yang ikhlas menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, yang ikhlas menolong kepada sesama. Lihatlah, betapa sekarang ini bibit-bibit perang saudara terus membara dan tatanan masyarakat sudah banyak yang rusak. Para pejabat di daerah banyak yang lupa akan dharmanya. Mereka saling berebut jabatan dan kemewahan duniawi. Para pemimpin agama juga banyak yang tak mampu menjadi suritauladan, bahkan larut dalam hiruk pikuknya perpolitikan. Rakyat kecil bersusah payah mencari pegangan hidup. Pagebluk ini juga nantinya akan memperbaharui budi pekerti masyarakat! Pagebluk ini sebagai sarana pengingat dan pencuci jiwa dari Tuhan!"

Kebo Dedet membungkuk sambil menyampaikan ucapan terima kasih. "Wahai Kanjeng Danyang Kegelapan, ijinkanlah saya menebarkan pagebluk ini di wilayah kekuasaanmu!"

"Baiklah. Namun jika suatu saat kelak tidak ada orang yang sanggup menemukan penawar pagebluk ini, maka itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang menentukannya!"

Tidak lama berselang pagebluk mulai merebak dan para pemberontak pun bersorak, karena mereka meyakini bahwa kejadian itu menguntungkan bagi pihak mereka. Mereka kemudian dengan mengatasnamakan rakyat menuntut agar kerajaan segera berbuat sesuatu untuk menyelamatkan rakyat. Sebagian besar yang terserang wabah adalah petani, sehingga hampir tidak ada orang yang bekerja di sawah. Bencana kelaparan mengancam. Ini tentu berdampak luas bagi kestabilan politik di Majapahit.

Kendati Majapahit dalam kondisi sulit, Ki Ageng Kutu dan pendukungnya dapat ditaklukan dengan mudah. Kebo Dedet kemudian melarikan diri dan bertapa untuk meningkatkan kesaktiannya. Beberapa tahun kemudian, ketika turun gunung, ia menemui rekannya, Tumenggung Legowo, yang kemudian mengajaknya bergabung dengan Dyah Ranawijaya untuk menghancurkan Majapahit.

Kebo Dedet memiliki kesaktian bisa mendeteksi berbagai benda di sekitarnya hanya dengan mengeluarkan bunyi decak seperti kelelawar dari mulutnya. Matanya memang rabun, sehingga ia lebih mengandalkan pendengarannya. Konon ia bisa mendengarkan detak jantung lawannya. Itulah yang membuat ia kemudian mendapat julukan Pendekar Kalong Wesi.

Kini Ki Kebo Dedet alias Pendekar Kalong Wesi sangat berambisi untuk merebut kitab pusaka dan pedang pusaka yang berada di tangan Arum. Karena hanya dengan menguasai kedua benda itulah maka cita-citanya untuk menjadi orang paling sakti di kolong langit bisa terwujud. Ia adalah seorang manusia yang terlahir sebagai penjahat sejati, yang sudah terbiasa melakukan banyak kejahatan sejak muda. Di antara banyak keinginannya, ada satu yang paling kuat, yaitu menculik Arum. Sejak bertemu dengan makhluk terindah itu, nafsu birahinya bagaikan debur ombak di samudera yang tak pernah surut.

***

Jantung Arum berdebar tidak karuan. Lenyaplah bayangan musuh-musuhnya yang selama ini mengikutinya dan membuat ia gelisah. Saat itu ia berbaring di ranjang di sisi Lintang sambil bercerita banyak hal.

"Bukan main cantik jelitanya kamu!" Demikian Lintang berkata, "Cantik bagaikan bidadari!" Mata yang bening, bibir merah segar dengan hidung yang mancung, rambut yang panjang hitam tergerai, kulit leher yang putih, dan aroma harum, semua itu membuat lelaki itu benar-benar terpesona.

Arum memandang tepat di dekat muka suaminya, terlalu dekat sehingga ia dapat merasakan hembusan napas lelaki itu. Dua pasang mata bertemu, saling pandang, saling terkam dan sukar untuk terlepaskan lagi.

Mulut Arum agak terbuka, matanya redup dan bulu mata yang panjang itu bergerak-gerak, menunggu reaksi. "Lintang, tahukah kamu apa keinginan kita yang selama ini belum sempat kita lakukan!"

"Hm.., tahu!"

"Apa coba?"

Lintang mencoba mengingat-ingat sesuatu. "Mencari kitab pusaka?"

"Salah!"

"Mengajarimu ilmu pernafasan?"

"Salah!" dengus Arum sambil menjulurkan lidah dan kemudian memalingkan wajah, pura-pura jengkel.

Sikapnya itu begitu menawan hati dan menggairahkan. Lintang memang sengaja menggoda istrinya. Kemudian ia menerkam, menyerangnya dengan buas.

Tiga jam kemudian. "Selamat pagi bidadariku!" sapa Lintang lembut saat melihat istrinya membuka mata. Hampir sepuluh menit lamanya ia memandang wajah Arum yang masih terlelap dalam tidurnya. Wajah indah yang menyejukan hati.

"Aah, selamat pagi pangeranku!" balas Arum sambil meregangkan tubuh di atas ranjang. Tidurnya sangat pulas sehingga badannya terasa begitu bugar.

Terdengar suara tokek, nyaring memecah kesunyian. Udara dingin menerobos lewat ventilasi.

"Tidurlah, subuh masih lama!" kata Lintang.

Arum mengangkat lengan Lintang sambil merapatkan tubuhnya dan menyelinap di bawah lengan itu, lalu berkata, "Aku sudah tidak ngantuk. Lintang, kenapa kamu lama sekali waktu di Lumajang?"

"Sayang, setelah dilantik sebagai ketua Perguruan Pedang Akhirat, aku wajib mewarisi jurus-jurus pedang ciptaan leluhurku. Paling cepat butuh waktu tiga bulan untuk menguasai semua itu! Di samping mengurus harta warisan orang tuaku!" kata Lintang sambil membelai rambut istrinya, "Kamu tahu, aku tersiksa sekali di sana, karena di kepalaku hanya dipenuhi bayang-bayang wajah bidadari kayangan, yang telah menyandera total segumpal hatiku!"

"Iih.., ternyata kamu pandai merayu juga!"

"Sapu tangan yang kamu berikan dulu, aku beri pigura dan aku gantung di dinding kamar. Itulah satu-satunya pengobat rinduku!"

"Terima kasih!" Arum tersenyum bahagia mendengarnya.

"Bersamamu, aku merasa menjadi orang yang paling beruntung di dunia!"

Arum mencium pipi Lintang, seolah-olah sebagai hadiah atas kata-katanya itu, lalu berkata, "Untungnya kamu segera datang, kalau tidak, mungkin kamu hanya akan menemui kuburanku! Ya, mungkin aku sudah mati!"

"Apa? Kenapa?" tanya Lintang kaget mendengar itu. Ia menatap wajah Arum dan mencoba mencari kejelasan di sana. Ia mempererat pelukannya seolah ingin mengatakan 'jangan pernah tinggalkan aku'.

"Ada orang jahat yang sudah dua kali datang meneror kami! Dia hebat, dan.., aku nyaris bentrok bertaruh nyawa di kandang musuh!"

"Hm.., katakan, siapa orangnya? Kalau cuma orang-orang macam Si Iblis Betina saja kamu anggap hebat..."

"Kok kamu tahu kalau dia Si Iblis Betina?"

"Aku hanya menduga saja. Benarkah dia yang kamu maksud?"

"Iya, tapi alhamdulillah kami masih mampu mengatasinya!" Tanpa disadari oleh Arum, ilmu silatnya sendiri sebetulnya mengalami kemajuan pesat sehingga ia kini mampu mengimbangi ilmu Si Iblis Betina.

"Ahh, Kalau hanya dia, pasti akan diganyang mentah-mentah oleh Pendekar Pedang Akhirat, suamimu ini!"

"Hm..gaya! Tapi ada orang jahat lain yang berada di belakang Si Iblis itu!" Arum tiba-tiba merasakan ada getaran aneh menjalar dari tubuh Lintang. Ia melirik ke bagian bawah karena melihat ada sesuatu yang menonjol dari selimut. "Hmm.., kamu mau lagi?"

Lintang menutup mulut Arum dengan telapak tangannya. Kemudian bibirnya bergerak pelan, bertanya, "Siapa kamu? Ada keperluan apa kamu ke sini?"

Arum terkejut bukan main. Ia kemudian melihat wajah suaminya yang berubah serius dan bertanya, "Ada apa Lintang..?" Tapi Lintang memberi tanda agar ia diam dulu.

Kemudian terdengar suara orang tertawa, seperti berada dalam ruang kamar tapi orangnya tidak tampak. Bulu tengkuk Arum meremang. Ia mendengar suara parau yang tak berirama itu seolah suara setan yang berasal dari alam kubur.

"He..he.., hebat juga kamu!" Suara misterius itu kembali menggema dalam ruangan.

Bagi Arum, suaminya itu hanya terlihat menggerakkan bibir dan mengeluarkan suara pelan. Akan tetapi bagi Ki Kalong Wesi yang saat itu sedang berada di atas genting, mendengar suara itu dengan sangat jelas. Diam-diam ia kagum sekali karena ilmu 'mengirim suara' yang dipergunakan oleh orang muda itu merupakan ajian yang sudah mencapai tingkat lumayan tinggi.

Ki Kalong Wesi tadi terkejut ketika mendengar nama Pendekar Pedang Akhirat disebut, sehingga membuat ilmu meringankan tubuhnya sedikit mengendur, dan perubahan reaksi itu yang membuat keberadaannya diketahui oleh Lintang. Waktu masih muda dulu, Ki Kalong Wesi pernah mendengar nama Pendekar Pedang Akhirat, sosok pendekar yang membantu mengobrak-abrik pasukan Mongol sehingga penjajah itu lari kocar-kacir meninggalkan tanah Jawa.

"Siapa kamu manusia pengecut?" tanya Lintang lagi sambil memberi kode dengan telunjuk kepada Arum bahwa si penyusup itu berada tepat di atas genting kamar.

Kini Arum baru bisa mendengar langkah kaki ringan si penyusup. Dengan cepat ia meloncat bangun sambil meraih pedang pusaka yang tergantung di dinding kamar. Ketika ia membalikkan tubuh memandang suaminya, Lintang membelalakkan mata lebar-lebar seakan-akan bola mata itu hendak meloncat keluar dari tempatnya.

"Apa kamu mau keluar dengan telanjang?" tanya Lintang.

Arum baru sadar bahwa ia tidak mengenakan pakaian. Ia menaruh pedangnya dan langsung cepat-cepat berpakaian. Ia melihat Lintang kini duduk bersila di ranjang, lalu ia mengangkat kedua pundaknya dengan menunjukkan mimik muka heran, gerakan yang manis dipandang.

Setelah beberapa saat berlalu, Lintang berkata santai, "Percuma! Dia sudah kabur, sayang!" 'Dia sangat hebat,' batin Lintang, karena ia tidak tahu sejak kapan si penyusup itu sudah berada di atas genting.

Arum keluar rumah dan melihat keadaan, tampak beberapa murid yang sedang mendapat giliran berjaga di pintu gerbang menyambutnya dengan hormat.

"Bagaimana, apa kalian melihat sesuatu?" Ia bertanya kepada mereka.

"Syukur alhamdulillah, Guru Putri, kondisi aman!" jawab mereka tegas. "Tidak ada sesuatupun yang mencurigakan!"

Ki Kebo Dedet meninggalkan tulisan di sebilah papan kayu yang diukir dengan jarinya. Tulisan indah bernada ancaman itu berbunyi, 'Sebagai ganti nyawa, serahkan dua pusaka!' Dua pusaka yang dimaksud itu tentulah kitab Serat Sakti Mandraguna dan Pedang Naga Nusantara. Papan kayu ancaman itu tergantung dengan tali tepat di depan rumah.

Arum menunjukan papan pesan itu kepada penjaga dan itu membuat mereka terperanga kaget.

"Dia lari ke selatan!" kata Lintang setelah Arum kembali ke kamar.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" Peristiwa seperti itu bagi Arum adalah hal baru. Ia memang pernah mendengar tentang ilmu mengirim suara, ilmu pendengaran gaib, ilmu terawangan atau penglihatan gaib, tapi selama ini ia anggap semua itu hanya semacam dongeng.  "Mungkin dia Pendekar Kalong Wesi?"

"Pendekar Kalong Wesi? Siapa dia?" tanya Lintang.

"Dia pendekar yang pasti lebih hebat dibanding Si Iblis Betina!" jawab Arum, "Menurut kabar, dia pendekar yang menguasai wilayah pesisir selatan!"

"Tapi tenang saja, tampaknya ia terluka parah!" sambung Lintang. Pandangan matanya seolah menerawang jauh. "Dia tidak akan datang lagi dalam waktu dekat!"

Dia terluka parah? Oleh apa?"

"Oleh perang tenaga batin!"

"Ha.., perang tenaga batin, kapan?"

Ki Kalong Wesi kaget ketika berhadapan dengan seorang yang biarpun masih sangat muda akan tetapi mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Ditambah lagi saat ia mendengar pengakuan pemuda itu sebagai Pendekar Pedang Akhirat. Dia harus mengerahkan seluruh tenaga dalamnya saat adu suara tenaga batin, oleh karena itu tubuhnya yang sudah tua menderita luka dalam. Maka ia segera pergi. Sayangnya, cita-citanya untuk menculik Arum dan merebut pusaka kini harus terganjal dengan munculnya Lintang, sosok misterius yang telah menjadi ketua Perkumpulan Pedang akhirat, perkumpulan yang konon adalah pengawal pribadi Patih Nambi.

Setelah meloncat meninggalkan padepokan, Ki Kaong Wesi sempat memuntahkan darah segar. Ia sadar bahwa ia telah mengalami luka dalam yang cukup berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun