"Justru karena tua, kami unggul di pengalaman bertarung!" bantah Ki Paidi.
Di tempat kubu lain, "Aku yang akan maju lebih dahulu," berkata Bajul Brantas mewakili Perguruan Golok Maut.
"Tidak bisa!" sahut Sumanto, Si Pendekar Golok Terbang, "Aku maju lebih dulu dan habis perkara!" Kata-katanya ini disusul oleh gerakan goloknya yang berputar amat cepat dan menimbulkan hempasan angin yang mengaung.
Di kubu lain lagi. "Bagus, sekarang kesempatan emas bagi kita untuk mengangkat nama perguruan!" seru Ki Birawa, ketua Perguruan Rajawali Sakti. Ia mencalonkan dirinya seraya menyambar sebuah toya kuningan yang sejak tadi dibawa oleh seorang muridnya.
Dari Perguruan Jari Suci, Kang Wahid mengusulkan Roro Ajeng Si Pendekar Bidadari. "Saya mempertaruhkan masa depan perguruan kita kepadamu, Ajeng. Jangan kecewakan harapan besar kami ini!"
***
Ki Sumanto tidak menjadi gentar, bahkan sambil mengeluarkan suara ejekan dari hidungnya, dengan golok mautnya dia maju menyerang kedua orang Pendekar Jeliteng yang maju bersama dan sudah berdiri di tengah arena. Sebentar saja tokoh-tokoh itu sudah saling menyerang sambil mengerahkan seluruh tenaga dan mempergunakan semua kepandaian mereka yang amat tinggi. Dalam waktu tidak lama kedua Pendekar Jeliteng berhasil mendesak Ki Sumanto.
"Pengecut tua bangka, ini pertarungan yang tidak adil!" Tiba-tiba terdengar teriakan lantang dari Bajul Brantas dan tahu-tahu langsung melompat membela kawannya, Si Pendekar Golok Terbang.
"Hai, apa-apaan ini!" bentak Guk Seger Pendekar Cebol yang langsung maju menyerang Banjul Brantas.
"Hentikan semua!" teriak Cak Japa yang ditunjuk sebagai penasehat. "Bajul Brantas dan Pendekar Cebol, kalian telah melanggar aturan! Mundur! Dan kalau sampai terjadi lagi saya terpaksa akan mengusir kalian keluar dari gedung ini!"
"Pak Kyai, mohon maaf!" seru Pendekar Cebol membela diri, "Saya maju gara-gara Bajul Brantas yang duluan mengacaukan pertandingan!"