Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (68): Berkah Sekaligus Bencana

17 September 2024   06:18 Diperbarui: 17 September 2024   06:23 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki itu menegur halus, "Guru Putri, kenapa kamu menangis? Apabila keberadaanku di sini menyusahkanmu, aku akan pergi!"

"Ah, bukan. Bukan masalah itu Gembul! Aku hanya teringat mendiang ayah dan suamiku!" Ia meletakan pedang dan segera mengusap air matanya dengan ujung pakaian, kemudian menunjuk sebuah batu nisan yang masih satu lokasi dengan taman itu, "Itu makam ayahku, Mpu Naga!"

Angin malam yang dingin bertiup, seolah ikut larut dalam keprihatinan. Lintang bertanya pelan, "Kenapa Guru Putri berlatih silat malam-malam begini?"

"Ah.., beberapa waktu yang lalu aku bertemu seorang Iblis Betina, ia sepertinya benci dengan ayahku dan perguruan Benteng Naga. Kami sempat bertarung dan dia hebat sekali! Pedangku sampai patah!" Ia mengepalkan tinju dalam genggaman. "Itulah kenapa aku harus lebih giat berlatih!"

"Oh.., aku akan selalu siap mengorbankan tenaga dan nyawa untuk melindungimu, Guru Putri!"

Arum terharu mendengar itu, seolah-olah mendengarkan suara suaminya, Raden Tulus. Dengan kembali terisak-isak ia menubruk dan menumpahkan tangis di dada Lintang yang kokoh. Lelaki mirip Kebo Kicak itu lalu memeluk Pundak Arum dan menarik napas panjang berulang kali, hatinya berdebar-debar tidak karuan.

Kraak..! terdengar sebuah ranting patah dari jarak sekitar sepuluh tombak. Sepertinya ada seseorang yang sedang menyaksikan mereka berdua, yang tanpa sengaja menginjak ranting kering itu. Mereka berdua pun berpaling ke arah datangnya suara, tapi tidak tampak ada seorang pun di sana.

Arum kemudian berusaha melepaskan diri dari pelukan yang menghanyutkan itu. Baru kali ini, semenjak suaminya menghilang, hati dan pikirannya dikacaukan oleh persoalan lelaki, dan lelaki itu mirip suaminya. Ia kini berjuang setengah mati untuk mengkontrol otaknya agar tetap waras.

***

Cak Japa mengangguk-angguk mendengar penuturan Arum. "Iblis Betina itu sudah lama tidak pernah terdengar keberadaannya, dan kalau tiba-tiba dia muncul, pasti ada yang sedang diincarnya!"

"Siapa dia itu, Cak?" tanya Arum dengan nada suara membayangkan kengerian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun