Makhluk mengerikan di sudut ruangan itu berkata "Kamu harus ikut aku?"
Ajeng spontan berteriak histeris. Sambil menudingkan jari makhluk itu terus mengulang perkataan yang sama.
Ki Setiaji dan Jenar yang mendengar teriakan langsung berlari menuju ke kamarnya. "Ada apa Jeng?" tanya Jenar panik. "Ajeng?"
Ajeng yang menutup muka dengan kedua tangan lalu menunjuk makhluk tinggi besar berbulu yang jongkok di pojok. Wajah Ajeng yang sangat ketakutan tampak pucat.
Kedua orang tua itu mencoba menenangkan, karena mereka tidak melihat apapun di tempat yang ditunjuk putrinya. "Ada apa, Jeng?" tanya mereka keheranan. "Apa yang kamu lihat?"
Ajeng hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tetap menangis. Ia menutup mukanya dengan kedua telapak tangan.
Ada pohon besar di kebun belakang rumah yang memang terkenal angker. Namun, selama ini tidak pernah ada gangguan kepada anggota keluarga mereka. Mungkin hanya suara-suara seperti anak-anak berlari-larian saja. Setiaji berusaha menenangkannya dan menggiringnya pindah ke ruang tengah.
Makhluk itu kini merasuki tubuh Ajeng. Ajeng mengerang, kemudian tertawa cekikikan. "Pokoknya aku mau menikah sama Cak Topo!" ujar Ajeng di sela seringai aneh.
Jenar panik dan mengambil air minum sembari membacakan mantra, kemudian berusaha meminumkan air itu, tapi air yang diminum Ajeng itu kemudian disemburkan ke muka Jenar.
Ki Setiaji berteriak, "Pergi dari rumah ini, jangan ganggu keluargaku!" Namun, makhluk dalam tubuh putrinya itu malah tertawa nyaring. Membuat siapa pun yang mendengar merasa merinding.
Guk Subur, tukang kusir yang mendengar itu segera mendatangi rumah Ki Lurah.