Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar sang Pendekar (29): Kekuatan Menggetarkan

20 Juli 2024   06:16 Diperbarui: 20 Juli 2024   06:47 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tatkala peristiwa Pendekar Jeliteng yang berniat membakar langgar beberapa hari yang lalu, ia sebetulnya ada di antara kerumunan warga yang menonton. Ia memang memilih menunggu, karena yakin bahwa Pendekar Blandotan Kobra yang menyandera anak-anak di dalam langgar itu hanya bagaikan botol kosong bagi Mbah Kucing. Apalagi saat itu Raden Tulus sudah bertindak, jika mau, ia sangat yakin adik seperguruannya itu sudah cukup membuat semua pengepung langgar itu terkapar tak berdaya.

***

Sudah sekitar enam tahun Japa pergi merantau ke berbagai tempat. Sambil ingin memperluas wawasan, ia juga mencari Eyang Dhara. Setelah bertemu gurunya itu, Ia lalu membeli pekarangan di dekat langgar dan membangun rumah di atasnya. Sebetulnya ia memang senang tinggal di kampung halamannya. Banyak perubahan yang terjadi, seperti ada banyak toko dan warung yang berdiri di sepanjang jalan.

Sebagai jalur perlintasan dari berbagai penjuru kota, Jombang merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan tingkat kriminalitasnya yang tinggi. Namun siapa sangka, ada satu perkampungan yang selalu damai dan tidak pernah ada tindakan kejahatan sekecil apapun. Walau pun kampung itu sudah banyak berkembang tetapi tidak mengubah budaya dan adat istiadat yang ada.

Di malam yang damai itu, Japa, Woto dan Tulus, menemui guru mereka, Mbah Kucing. Seperti biasanya mereka akan menanyakan berbagai hal tentang kehidupan.

"Bagaimana menurut pandangan Mbah Kucing tentang Dajal, makhluk raksasa bermata satu itu?" tanya Japa memantik topik diskusi.

"Sebetulnya makna 'Ad dajjalu' itu adalah mencampuradukan, yakni mencampuraduk antara kebenaran dengan kebathilan, atau bisa berarti menutupi, yakni menutupi kekufurannya dengan kebohongan!"

Suasana seperti itulah yang sering dirindukan Japa selama di perantauan. Berbincang-bincang bersama gurunya di atas bukit ditemani wedang jahe dan jagung atau kadang singkong bakar.

"Menurut saya," sambung Mbah Kucing, "Dajal itu bukan makhluk raksasa, dan bukannya bermata satu di tengah kening, melainkan ia seperti manusia pada umumnya, mempunyai dua mata, akan tetapi hanya sebelah mata yang berfungsi. Itulah kenapa kemudian disebut bermata satu, hanya yang sebelah kiri. Ini maknanya adalah sifat yang selalu melihat segala sesuatu hanya dari sisi negatifnya saja, atau bisa juga selalu berpikir negatif!"

"Kalau mengenai terdapat tulisan 'Kafir' di keningnya, Mbah?" timpal Woto.

"Bukankah kening itu simbol akal pikiran? Di kening itu kita menimbang, mengkaji, meneliti, mengambil keputusan, nah sementara makna 'kafir' itu adalah 'yang ditutupi'. Jadi Dajal itu orang yang akal pikirannya sudah ditutupi oleh hal-hal negatif. Sehingga suka berdusta, mengacau, menghasut, menyebarkan fitnah, menyebarkan kebencian dan kedengkian. Mencampuradukan dan mengaburkan antara kebenaran dan kepalsuan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun