"Kamu pasti sedang tidak sehat, jadi jangan gegabah mengambil keputusan..!"
"Saya sekarang sehat dan baik-baik saja!"
Ketika akhirnya Ki Binto yang kecewa itu berpamitan, Mbah kucing mengantarnya sampai ke ujung jalan. "Mohon maaf Ndoro Sepuh, orang yang sampai meminta makanan itu sudah kehilangan separuh harga dirinya, jadi jangan hilangkan yang setengahnya lagi dengan menolaknya, apalagi menghardiknya!"
Ki Binto hanya menundukan kepalanya dan mengambil napas dalam-dalam. "Ya, saya sadar telah melakukan kesalahan!"
Sejak peristiwa tujuh tahun yang lalu itu membuat Cak Woto dijuluki si pincang tukang adzan. Sebelum masuk Islam ia dikenal sebagai si pincang tukang pencari rumput. Tidak banyak orang yang tahu bahwa di dunia persilatan, dia dikenal dengan julukan Pendekar Kaki Malaikat.
Mbah Kucinglah orang yang berhasil merubah pemuda yang tadinya sakit-sakitan dan tidak percaya diri itu kini menjadi salah satu pendekar yang namanya membuat orang memilih untuk tidak punya masalah dengannya.
Sejak kanak-kanak, sebagaimana anak-anak pada umumnya yang suka bermain, tapi itu tidak berlaku baginya. Ia terlalu dini dipaksa untuk bekerja demi menghidupi dirinya sendiri. Ia suka ilmu silat dan ingin sekali mempelajarinya. Apalagi setelah peristiwa perampokan yang menewaskan kedua orang tuanya. Bahkan, menurut penuturan tetangga-tetangganya, saat ditemukan ia pun sudah tak bernyawa. Nafasnya sudah berhenti. Tapi kemudian takdir berkehendak lain.
Ketika remaja, karena sering menerima hinaan atas kecacatan dan kemiskinan, dorongan untuk belajar silat tumbuh lebih kuat lagi. Untungnya ia kemudian bertemu Mbah Kucing yang bersedia mengajarkan bela diri. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan baik itu. Tanpa mengenal lelah ia melahap semua pelajaran dan berlatih keras siang malam.
Suatu ketika Mbah Kucing mengajarkan ajian 'Sayepi Angin'. Kakek sakti itu menggendongnya dan berlari dengan sangat cepat, kadang melesat di atas pucuk-pucuk dedaunan yang tinggi. Woto merasa tubuhnya seperti terbang, hingga angin kencang yang dingin berdesir di kanan kiri telinganya dan membuat matanya pedih.
Jarak antara pepohonan dilompati begitu saja hingga ia merasa ngeri melihat dari ketinggian. Dalam waktu singkat mereka sudah berada di dekat air terjun di pegunungan Wonosalam. Padahal jika menunggangi kuda saja bisa memakan waktu berjam-jam. Ia diam-diam berpikir bahwa di dunia ini ternyata banyak ilmu yang luar biasa hebat. Ajian meringankan tubuh dan berlari cepat ini kemudian menjadi ilmu favoritnya.
Setelah merasa cukup menguasai ilmu bela diri, ia berangkat seorang diri dan dengan tangan kosong mendatangi sebuah sarang perampok. Perampok yang menamakan dirinya 'Pasukan Penggali Kubur' itu diobrak-abrik tanpa ampun. Empat puluh lebih anggota yang semuanya bersenjata palu itu tewas mengenaskan. Beberapa orang sisanya yang masih muda tidak sampai dibinasakan, hanya dilukai sebagai peringatan. Siapa tahu di kemudian hari mereka mau bertobat. Kejadian itu sempat menggemparkan seluruh bumi Jawa. Dari cerita anggota 'Pasukan Penggali Kubur' yang tersisa, lahirlah julukan Pendekar Kaki Malaikat.