Di malam harinya, Ki Binto bermimpi melihat sinar menyilaukan memancar keluar dari candi. Ia kemudian bersujud mencium lantai dan tidak terasa air matanya mengalir membasahi pipi. Air mata kecintaan kepada dewata.
Dari cahaya itu terdengar suara menggema, "Siapa kamu?"
"Tentu saja saya ini hambahmu, wahai Sang Dewata!"
"Apa yang kau bilang itu benar? Mana buktinya?"
Ki Binto langsung terjaga dari tidurnya. Malam itu ia tak sanggup lagi memejamkan mata. Sadar akan kesalahan fatal yang telah dilakukannya, ia pun bergegas membungkus makanan dan keluar menuju gubuk Cak Woto. Sesampai di tempat yang di tuju ternyata gubuk itu kosong. Ia terus mencari dengan menyusuri desa.
Akhirnya ia menemukan pemuda pincang itu di teras langgar. "Woto, aku sudah mencarimu ke mana-mana. Ini aku bawakan makanan buatmu!"
"Terima kasih Eyang Ndoro Sepuh, tapi saya sudah makan. Tadi diberi makanan sama Mbah Kucing!" jawab Woto santun.
"Baiklah, tapi terimalah makanan ini. Dan maafkan ucapanku tadi siang ya!"
"Terima kasih! Berikan saja makanannya ke orang lain, karena saya sudah tidak ingin makan malam ini, Eyang Ndoro!"
Sesepuh desa itu terdiam sejenak. "Lalu sedang apa kamu di sini, ini bukan tempat ibadahmu?"
"Tadi sore saya menyatakan kepada Mbah Kucing bahwa saya ingin masuk Islam. Sekarang saya sudah muslim, Eyang Ndoro Sepuh! Tempat ini sekarang menjadi tempat ibadah saya!"