Setelah mendengar cerita itu, Ratu Jin berseru lantang ditujukan kepada para pasukannya, "Siapa yang mencuri keris pusaka manusia ini" Tidak ada satupun jawaban. "Siapa yang mencuri?" serunya lebih keras. Suasana semakin mencekam.
Tak lama kemudian muncul salah satu jin dengan membawa keris pusaka berlari cepat ke depan. Seolah jangan sampai ia kalah cepat dengan pertanyaan ratu untuk ketiga kalinya. Ia kemudian meletakan keris itu di tanah di luar lingkaran.
"Apa yang membuatmu berani mencuri barang milik manusia yang berada di bawah naungan Maha Guru Dhara?" bentak ratu jin dengan suara murka. Ia lantas memerintahkan pasukannya untuk mengikat jin pencuri itu dan memenjarakannya. "Sampaikan kepada Guru Dhara permohonan maaf kami!" ucap Ratu Jin.
"Terima kasih atas bantuan Kanjeng Ratu!" jawab Tulus seraya mengambil keris pusaka di depannya. "Maaf, kalau boleh tahu siapa sebenarnya Guru Dhara itu?"
"Semua raja jin di nusantara ini mengenal Maha Guru Dhara. Beliau pernah menaklukkan raja-raja bangsa jin yang berkhianat dan berbuat durhaka serta melanggar perjanjian di antara kami. Saya dilarang menceritakan lebih dari ini!" pungkas Ratu.
***
Raden Tulus tiba di langgar tepat saat adzan subuh berkumandang. Mbah Kucing meminta pemuda itu menunda membicarakan urusan keris sampai tidak ada satu orang pun di antara mereka. Selepas subuh dan ketika langgar mulai sepi, Tulus langsung menyerahkan cincin pirus kepada Mbah Kucing dan mengeluarkan keris dari balik bajunya. Ia berkali-kali mengucapkan terima kasih.
Mbah Kucing ikut merasa lega. Ia menerima cincinnya kembali dan berpesan, "Tolong rahasiakan apa yang telah anda alami tadi malam! Raden mau berjanji?"
"Saya berjanji, Tuan Guru!"
"Jangan panggil saya seperti itu!"
"Tapi..," Tulus kemudian bersimpuh di kaki Mbah Kucing dan berkata, "Saya mohon sudi kiranya, Mbah, menerima saya sebagai murid!"