Kedua pendekar Macan Kumbang dan pasukan Raden Kusno dibuat melongo mendengar itu. ‘Ini anak sinting atau tolol!’ batin mereka, ‘Ia tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!’
Tiba-tiba mereka semua dikejutkan dengan suara pintu langgar yang terbuka dan tampak anak-anak yang berlari keluar. Di tengah rasa penasaran dengan apa yang terjadi, mereka segera melihat ke dalam dan mendapati tubuh Ki Blandotan Kobra yang tergeletak di lantai dalam keadaan tak bernyawa. Tidak jauh dari situ ada kakek tua yang tubuhnya tampak menggigil ketakutan.
“Apa yang terjadi?” tanya Raden Kusno kepada kakek guru ngaji itu.
“Ampun, saya tidak tahu Raden. Dia tiba-tiba jatuh sendiri!” jawab kakek itu dengan suara gemetar.
Dua Pendekar Jeliteng saling berpandangan keheranan. Mata mereka menyimpan tanda tanya besar. Tidak terdapat luka serius di tubuh mayat musuh bebuyutannya itu. Mata mayat itu terbelalak merah dan mulutnya ternganga, tapi tidak ada sedikitpun darah yang mengalir keluar.
“Siapa kakek itu?” bisik Ki Paimo di dekat telinga Raden Kusno. “Blandotan ini dibunuh oleh orang yang berilmu sangat tinggi!” Ia diam-diam mengamati tangan kakek yang masih tampak gemetar.
“Dia hanya seorang penjaga langgar dan guru ngaji!” jawab Raden Kusno ikut berbisik. “Orang memanggilnya Mbah Kucing. Rasanya mustahil dia pelakunya!”
***
Ketika kedua tangannya meringkus dua anak kecil dan membawa masuk ke dalam langgar, tiba-tiba kedua lengannya terasa kesemutan dan menyebabkan kedua anak itu terlepas dari cengkeramannya. Sebelum hilang rasa bingung itu, terdengar suara yang penuh wibawa menegur lirih.
“Tidak malukah kamu, Pendekar? Menyerang anak-anak tak berdaya?”
Di saat itu di luar terdengar teriakan untuk membakar langgar.