Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (25): Pertarungan Musuh Bebuyutan

12 Juli 2024   11:20 Diperbarui: 16 Juli 2024   12:03 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Raden Kusno tidak berminat untuk berdebat. Ia kemudian menganggukan kepala kepada gadis yang menyambut dengan senyuman. Lelaki gendut itu menikmati pemandangan tubuh gadis berkebaya itu hingga menjauh. “Ki, bagaimana kalau...”

“Cukup! hentikan ketakutanmu yang berlebihan itu, Raden!” bentak Ki Paimo jengkel, “Jalankan saja perintah yang kau terima! Semua akan baik-baik saja!”

“Bagaimana kamu bisa yakin?” Raden Kusno bertanya hati-hati, “Tentara Majapahit akhir-akhir ini juga sepertinya sering datang ke sini, jangan-jangan mereka mengendus gerakan kita!”

“Cukup!” geram Paimo tidak sabar.

“Baiklah!” Raden Kusno merendahkan suaranya seolah sebagai ungkapan permintaan maaf. Dia adalah seorang Kabuyutan, pemimpin yang membawahi wilayah kedukuhan di situ, sedangkan dua pendekar itu adalah anak buah kepercayaan Ki Demang Wiryo, seorang kepala kademangan, kedudukan setingkat kecamatan.

Tepat di depan seberang jalan warung yang terkenal di pusat kota Jombang itu, terdapat langgar tua yang cat dinding temboknya sudah banyak yang mengelupas. Tapi huruf-huruf Jawa yang ditulis di dinding berbunyi ‘Langgar Al Akbar’ masih dapat terbaca dengan jelas. Pada saat itu terdengar suara orang mengajar agama dari dalam. Terdengar suara kakek tua yang kemudian ditirukan oleh suara anak-anak yang nyaring penuh gairah.

“Coba siapa yang bisa sebutkan rukun iman itu apa saja?” terdengar suara sang kakek memberi pertanyaan dengan sabar.

“Saya..! Saya..!” Suara anak-anak kecil itu menyahut cepat dan mengacungkan tangan berebut menjawab.

Pada saat bersamaan, seorang pendekar bertubuh tinggi besar dengan sepasang mata bundar jelalatan dan lengan tangan berotot kekar, masuk ke dalam warung. Ia berkacak pinggang sambil melihat ke sekililing dengan penuh perhatian. Wajahnya mendadak merah begitu melihat dua orang yang rambutnya digelung rapi ke atas.

“Hai Blandotan, kau berani datang menemui kami?” Ki Paimo mendahului membentak sambil mengketuk-ketukkan ujung jarinya di atas meja. “Apakah kau mau cari mati?”

Pendekar gundul yang dijuluki Ki Blandotan Kobra itu tertawa dengan suara aneh sekali. Keras dan memekakkan telinga. Orang-orang yang berada di dalam warung segera menyingkir mencari selamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun