"Sudahlah, wahai pendekar!" kata seorang kakek tua yang entah dari mana tiba-tiba berdiri di samping Japa, "Jangan kau paksakan untuk bertarung lagi! Lihatlah keadaanmu!"
Dengan menyemburkan ludah bercampur darah, Ki Geni membentak marah, "Jangan coba cari penyakit kakek tua!"
"Napasmu terdengar jelas betapa kamu sudah terengah-engah, nyaris kehabisan nafas. Ketahuilah, anak ini sekalipun masih ingusan, tapi aku yakin dia sanggup melayani keroyokan lima orang pendekar sekelasmu!"
Di dalam hati Ki Geni percaya ucapan itu. Ia sudah melihat bukti bagaimana muridnya dibuat terkapar pingsan. "Persetan!"
"Kamu masih belum kapok dan masih penasaran? Ya sudah terserah!"
"Siapa dia, Eyang?" tanya Japa Dananjaya.
Eyang Dhara berpaling kepada Japa, lalu menjawab tenang sambil tersenyum, "Dia sama Ki Gong dulu yang pernah mengintai kita sampai tengah malam, tapi kemudian memilih mengambil langka seribu, kabur begitu saja!"
Kecut juga hati Ki Geni mendengar itu. Ia baru sadar bahwa kakek itu adalah Eyang Dhara, guru si bocah ingusan. Jika muridnya saja sudah demikian hebat, apalagi gurunya.
Awalnya tadi, Japa mendapat perintah dari Eyang Dhara yang telah membeli sekarung beras, untuk membagikannya kepada warga kampung miskin yang berada di sekitar wilayah pinggir hutan. Eyang Dhara juga melakukan hal yang sama di kampung sebelah.
Kebetulan saat tiba di lokasi, Japa melihat Ki Gong Wojo dan Ki Geni Pendekar Kidal, sedang melakukan pungutan liar kepada warga. Kedua penjahat itu sudah lama melakukan pemerasan kepada rakyat kecil, dengan dalih sebagai iuran keamanan.
Begitu melihat Japa, mata Ki Gong melihat sekeliling, takut jika ada kakek sakti di sekitar situ. "Aman," gumamnya setelah yakin bahwa bocah itu benar-benar sendirian.