Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan Tengah Malam

23 Mei 2024   09:54 Diperbarui: 12 Juni 2024   09:36 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepulang dari kampus, tiba di tempat kos tepat adzan dhuhur berkumandang. Aku berniat menengok rumah tetangga baru. Entah penasaran atau lantaran kangen melihat ibu mudah yang manis dan anggun itu.

Di teras, tampak seorang perempuan setengah baya dengan seorang gadis kecil yang duduk di pangkuan. Ibu itu seperti sedang menyanyikan sebuah tembang. Entah di mana aku merasa pernah dengar tembang itu. Tapi yang jelas itu tembang era masa lampau, masa kanak-kanakku.

Ibu di teras itu berpenampilan seperti orang jaman dulu, baju kebaya dan rambut digelung ke belakang. Barangkali ia pembantu rumah tangga. Berarti ibu muda itu sudah mendapatkan pembantu. 'Syukurlah', batinku ikut senang.

Begitu aku balik badan ke tempat kos, sebuah sepeda motor meluncur datang dan berhenti di depan rumah. Seorang perempuan muda yang duduk di belakang turun, dengan anak kecil terbungkus selimut di gendongannya.

Sambil tersenyum ke arahku, ibu muda itu berkata, "Mas, kenalkan ini suami saya!" Tangan kanannya memegang punggung lelaki yang masih di atas motor. "Mas ini tetangga sebelah kita! Yang tadi aku ceritakan!" ucapnya kepada si suami.

Lelaki itu mematikan mesin dan turun untuk berjabat tangan. Kami saling memperkenalkan diri. Dia lelaki yang ramah. Sama persis seperti istrinya.

Kataku mencoba mencari topik pembicaraan, "Syukurlah, mbak sudah dapat pembantu ya!"

"Belum, Mas. Ini tadi baru cari informasi ke beberapa warung di sini, siapa tahu mereka punya kerabat yang mau!"

"Lho!" aku segera berpaling ke arah teras, di mana tadi ada perempuan memangku gadis kecil. Teras itu kini sepi. Hanya terdapat dua kursi kosong. Angin dingin tiba-tiba berhembus menerpa wajahku. Hanya di wajah. Angin yang aneh!

"Ada apa, Mas?"

"Tidak apa-apa. Saya pikir.., maaf tadi sepertinya ada ibu dengan gadis kecil di teras!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun