"Apoteker?" tebakku mulai merasa bersalah karena tadi telah memandang rendah.
"Iya!" jawabnya santun.
"Wah hebat!" pujiku untuk menebus kesalahan, "Aku dengar jurusan Farmasi itu pasti orangnya pintar-pintar!" Kemudian aku mulai melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut medis dan obat-obatan, dan dia menjawab dengan begitu meyakinkan. Dia tidak berbohong. Jelas sangat paham tentang dunia farmasi.
"Alumni mana?"
Dia menyebut universitas yang sangat mentereng di Jogja. Tidak diragukan lagi, dia rupanya perempuan terdidik dan terhormat, yang seketika itu membuat aku begitu kagum.
"Saya benar-benar salut sama Mbak!" ujarku sejujurnya, sambil memiringkan badan agar bisa melihat wajahnya tepat dari depan. Kedua matanya tampak cantik. Dari tatapan matanya aku tahu ia tipe orang yang tidak bangga menerima pujian. Biasa saja, atau mungkin sudah terlalu sering mendapat pujian.
'Alhamdulillah..!' seruku berkali-kali dalam hati. Bisa duduk berdampingan dengan perempuan yang cantik, pintar dan hebat, merupakan suatu kebahagian bagiku. Aku berharap perjalanan masih jauh, kalau bisa gak usah sampai di terminal Banjarnegara. Itu pasti tidak mungkin.
Gadis cantik itu lalu mengeluarkan sebuah buku dari tas. Tipe seorang kutu buku. Keren juga.
Dengan penasaran aku bertanya, "Buku apa, Mbak?"
"Novel horor!" jawabnya sambil menunjukan sampul novel.
"Oh..!" Aku baca judulnya, 'Pertemuan Sunyi'. Haa..!!! Bukannya itu judul bukuku?