Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan Sakral

17 Mei 2024   06:06 Diperbarui: 11 Juni 2024   20:22 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap bulan? Setiap hari Senin? Pertanyaan yang hampir aku lontarkan, tapi batal karena bapak itu kemudian melanjutkan ceritanya.

"Dan itu sudah berjalan selama kurang lebih tujuh belas tahun! Bayangkan! Siapa orang yang sanggup melakukan hal seperti itu? Memang mertuanya orang sini, tapi ia jarang mampir ke mertuanya, tapi selalu mampir ke kuburan istrinya!"

Sialan! Semakin menumpuk rasa penasaran dalam benakku. "Kuburan istrinya?"

Bapak itu menampakkan wajah prihatin. "Iya. Sekitar tujuh belas tahun yang lalu istrinya meninggal di sini. Mereka pengantin muda. Baru menikah dan belum punya anak!"

"Meninggal tujuh belas tahun yang lalu? Karena sakit?"

"Meninggal karena terperosok ke dalam jurang. Gara-gara mau difoto sama suaminya! Mungkin itu yang membuat suaminya merasa bersalah!"

Saat itu seakan-akan ada aliran listrik yang membuat segumpal daging di balik dadaku berhenti berdetak. Shock berat.

Saat menulis cerita pertemuan sakral ini, layar laptop tiba-tiba gelap. Aku lupa tidak memperhatikan ikon batereinya. Mungkin habis. Tapi biasanya ada peringatan lebih dulu sebelum padam. Setelah aku charge, menghidupkannya lagi, ternyata batereinya masih dua puluh lima persen. Tidak seharusnya mendadak padam.

Ada lagi yang aneh. Kenapa halaman word jadi kosong? Aku periksa angka halaman masih ada. Jumlah kata juga masih ada. Kenapa bisa kosong? Rupanya halaman kosong itu spasi, melompat sampai tiga halaman. Artinya tombol spasi ditekan berulang kali sampai sebanyak tiga halaman. Sesuatu yang mustahil terjadi.

Aku sadar. Barangkali dia tidak mau kisahnya aku tulis. Oleh karena itu aku berhenti sampai di sini. Tanpa bisa menyebutkan nama dan lokasinya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun