Wow! Pengucapan dan intonasinya cukup meyakinkan, dan sangat percaya diri. Itu membuatku semakin terpesona. Aku pernah mengajar kelas conversation Bahasa Inggris beberapa tahun. Jadi aku berani menyimpulkan bahwa dia memang layak mengaku sebagai seorang sarjana Sastra Inggris.
Aku pun terus memancingnya dengan masih berbicahara dalam Bahasa Inggris. "Suamimu kok gak turun?" selidikku.
"Mungkin capek! Dia suka tiduran di mobil!"
'Capek? Baru datang kok sudah capek?' Aku jadi berpikir jangan-jangan capek karena kegiatan semalam. 'Capek kenapa hayo?' Ah, itu pertanyaan konyol. Tapi perempuan itu kelihatan masih segar. "Maaf, punya anak berapa?"
"Belum punya. Kami baru menikah kok! Begitu selesai wisuda, dua minggu kemudian kami menikah!" tuturnya begitu tenang dan natural. Tidak seperti umumnya orang Indonesia yang berbicara bahasa asing. Menunjukkan bahwa ia memang benar-benar menguasai bahasa internasional itu dengan baik.
Dia pasti anak seorang kepala desa, yang mejadi kembang desa dan menjadi incaran banyak pemuda. 'Tapi kenapa suaminya tampak jauh lebih tua? pikirku usil, 'Pasti dia dijodohkan. Makanya menikah cepat-cepat!'
"Sudah berapa lama kamu di sini?" Ia mengajukan pertanyaan balik masih tetap dalam bahasa Inggris.
"Barusan. Paling selisih satu jam dengan kamu! Oh iya, aku jadi ingat sekarang. Tadinya aku nunggu ada orang, soalnya mau minta tolong diambilkan foto!"
"Mari aku bantu!"
Aku mengeluarkan ponsel dari saku dan mengangsurkan kepadanya. "Sebentar!" Aku mengambil sepeda dan mulai berpose dengan sepedaku.
"Tapi di sini viewnya kurang bagus, Mas!" Dia lalu melihat sebuah tempat dan menunjuk ke arah itu, "Nah di situ backgroundnya bagus!"