Tidak terasa waktu telah melewati duhur. Tiba-tiba terdengar suara mesin mobil dihidupkan. Kami berdua mengalihkan pandangan ke mobil yang bergerak perlahan.
"Maaf, Mas. Saya harus pergi duluan!" Ia bergegas berjalan cepat ke arah mobil, tanpa menoleh lagi.
"Terima kasih banyak!" teriakku dari keajuhan.
Ia menghilang di balik pepohonan. Tidak lama kemudian tampak mobil meluncur meninggalkan lokasi parkir.
Aku patah hati. Tanpa melihat, aku mendengar deru mesin mobil menjauh dan akhirnya lenyap ditelan sepi.
Aku berjalan dengan gontai menuntun sepeda menuju musholah. Di tempat itu aku melihat orang yang baru selesai shalat. Seorang bapak yang tadi aku lihat di pintu masuk dan meminta aku membayar tiket.
"Mas sepedaan dari Jombang ya?"
"Iya! Memang sengaja pingin olah raga!" 'Makanya tega sekali tadi bapak minta bayar tiket sepuluh ribu sama orang yang sadar bahwa menjaga kesehatan itu penting. Sepuluh ribu untuk sebuah tempat yang begini sunyi sepi! Itu setara dengan harga dua gelas es kelapa muda!'
"Kok sendirian? Kalau hari Minggu banyak rombongan yang sepedaan ke sini!"
"Enaknya kalau sendirian itu, Pak, mau pelan mau cepat bebas. Mau berhenti sewaktu-waktu dan di mana saja terserah!" jawabku agak ketus. "Maaf, Pak, tadi ada mobil kok sepertinya tidak ditarik tiket masuk?" tanyaku dengan memperbaiki nada. Agak lembut sebagai permintaan maaf atas keketusanku tadi. 'Kok saya ditarik?'
"Dia itu orang Surabaya yang menikah dengan warga sini. Sebulan sekali, setiap hari Senin, selalu ke sini. Paling cuma tiduran sebentar, terus pergi lagi! Kasihan! Makanya tidak saya minta bayar tiket!"