Mohon tunggu...
Tri Darmanto
Tri Darmanto Mohon Tunggu... Guru - Pengajar di Tokyo Indonesian School

Saya suka travelling untuk mendaki gunung dan mencicipi makanannya. Selain itu juga suka membaca dan menulis puisi atau cerpen.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mengapa Tarno Menjemputku?

4 Juni 2020   16:58 Diperbarui: 4 Juni 2020   17:04 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
olahan pribadi via Canva

“Aku mungkin akan nyopot dari sekolah ini saja.”

Aku membiarkan suara itu berlarian bersama angin yang kembali meniup. Membohongi diri seolah-olah tidak mendengar apa yang Tarno sampaikan. Bahkan, mengharap keputusan itu tidak pernah ada, tidak pernah kudengar keluar dari mulutnya. Aku tetap duduk. Mematung. Pun, saat Tarno beranjak untuk mengambil tasnya ke kelas dan mengakhiri persahabatan kita di SMP ini. Menghentikan alur mimpi kita untuk menyudahi silsilah kemiskinan dan mungkin bisa disebut juga warisan kemalangan hidup.


* * *

Suasana musim gugur selalu menyenangkan, selalu ditunggu kehadirannya. Suhu yang mulai bersahabat dan tentu saja, warna daun-daun yang menggoda hati. Pohon mapel melukis daunnya menjadi kemerah-merahan. Pohon gingko sedap dipandang berlama-lama sebab kuning-kuning daunnya. Ranting-ranting pohon sakura yang ranggas pun eksotik untuk difoto.

Menyenangkan juga bagiku musim gugur tahun ini. Apalagi hari ini, aku sudah menunggunya mulai awal bulan agar hari Minggu ini segera hadir. Sejak pagi aku sudah mempersiapkan diri untuk menuju Yoyogi Koen. Aku akan bertemu seseorang yang hampir 22 tahun terpisah. Dialah sahabatku waktu SMP, Tarno.

Bertemu setelah lama tercerai oleh suratan takdir. Bertemu di negeri yang dahulu hanya ada dalam lamunan kita untuk dijamah.

“Konnichiwa!!!....”

Kita berjabat tangan kuat, sampai terguncang-guncang. Saling merangkul.

“Apa kabar, Tar?” Tanyaku kemudian.

“Baik, ... baik, ... baik sahabatku.”

Tidak ada air mata haru. Kita bahkan tertawa lepas menikmati adegan yang mungkin hanya Tuhan yang tahu akan terjadi. Tubuhnya tidak lagi pendek dan kurus. Memori tentang rambutnya yang kumal dan kulitnya yang mbengkerok sirna sudah. Sosok Tarno adalah kekinian yang baru. Hanya raut mukanya yang tidak berubah, sama seperti masa-masa SMP dua puluhan tahun yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun