“Enak ndak enak lah. Sama saja pekerjaan itu. Enakan kamu jadi pengusaha, Man.”
“Ah, sama saja.”
Aku tawarkan untuk memesan beberapa menu. Mengisi perut yang dari tadi siang hanya diisi minuman kopi hangat. Alunan musik di restoran ini menemani kita sampai larut. Tapi, ketahanan kita runtuh juga. Kita harus berpisah, kembali ke tempat masing-masing. Merebahkan tubuh yang tidak kuat lagi diajak begadang.
Tarno pamitan kembali ke hotelnya di Shinagawa, aku pulang ke apatoku di Meguro. Kita berjanji akan bertemu lagi besok.
Aku segera beranjak. Mencegat taksi. Benar-benar hari yang menyenangkan. Bertemu sahabat yang lama terpisah. Tiba-tiba saat aku masih membayangkan waktu kita masih bersahabat, line dari Tarno masuk.
Besok, kita pulang ke Indonesia ya, Man? Aku mendapat tugas untuk menjemputmu.
Suasana hatiku langsung berubah. Lelah dan kantuk hilang seketika. Pikiranku terpusat pada ingatan masalah yang pernah menjeratku sebagai pemilik perusahaan. Tender proyek pengadaan barang dan jasa di sebuah instansi, dua tahun lalu bermasalah.
Karyawan kepercayaanku memarkir sebuah mobil mewah di halaman rumah pemimpin instansi itu. Istri muda pejabat yang membantuku memenangkan tender dengan senyum manis menerima kunci mobil. Taksi terus melaju. Dadaku berdebar-debar. Pandangan mataku berkunang-kunang.
Tokyo, 3 Desember 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H