"Aku belum pernah melihatnya, kecuali dalam lukisan!" kata Wahyu.
Citra meletakkan sendoknya, dan menatap Wahyu tajam-tajam. Kalau waktu itu Citra ingin menunjukkan rasa herannya, maka jelas dia berhasil dengan baik. Muka dan matanya memancarkan rasa heran.
"Kau yang sudah sebesar ini belum pernah melihat pelangi?" tanya Citra tidak percaya.
"Apa anehnya ada orang belum pernah melihat pelangi!" jawab Wahyu seenaknya.
"Bukan cuma aneh tapi juga menggelikan!" balas Citra sinis. "Kau ini tampaknya tidak menyadari bahwa manusia yang belum pernah melihat pelangi, harus merasa malu karena itu!"
"Apa? Merasa malu? Bah, aku tidak akan merasa malu kalau cuma tidak pernah melihat pelangi. Kau cukup pergi ke tempat air terjun yang cukup besar, di sana engkau bisa melihat pelangi kapan saja engkau mau. Pelangi tidak lebih dari penguraian berkas sinar matahari jadi warna-warna dasarnya. Apa sih anehnya pelangi? Sama sekali tidak aneh! Jadi cukup mengherankan kalau ada orang mengatakan, seseorang perlu malu karena tidak melihat pelangi!"
Muka Citra perlahan-lahan memerah.
"Huh!" dengusnya kesal. "Mulai saat ini hubungan kita putus!"
Wahyu terkejut setengah mati.
"Maksudmu?" tanya Wahyu dengan suara bergetar.
"Putus!" tegas Citra sambil membelalak lebar. "Engkau tidak perlu lagi bicara denganku dan aku juga tidak akan bicara dengan kamu!"