Mohon tunggu...
Dewy Trinra
Dewy Trinra Mohon Tunggu... -

Belum bisa mengdeskripsikan diriku sendiri tp yg aq tahu aku bahagia dengan kehidupanku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jutaan Cerita Cinta di Langit Jakarta

22 Agustus 2013   09:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:59 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Neng Cinta, bapak baju bekasnya saja buat narik angkot”

“Kakak cinta aku udah bisa baca loh”

“Kakak Cinta…. Neng cinta….non cinta….cintaa….neng baik…. “

Perlahan ia berbisik padaku “Inilah keluargaku Dit” Seketika aku sadar kalau saja yang ia kunjungi bukan keluarga sedarahnya namun orang lain yang ia anggap keluarga. Untuk kesekian kalinya Cinta membuatku terdiam menatapnya, bagaimana mungkin hatinya begitu banyak di isi cinta. Ku lihat bagaimana caranya menciptakan cinta, menghidupkan hidupnya begitu berwarna, dia memiliki cinta yang begitu luar biasa, saat banyak orang hanya berharap di cintai namun Cinta mencintai orang lain tanpa mengharap ia akan dicintai.

“Dit… cinta tak harus datang dari sedarah, karena cinta hidup dalam hati bukan dalam darah. Jangan cari ketenangan dalam keramaian yang hampa karena yang loe temui hanya kesenangan sesaat. Belajarlah mencintai orang lain, namun jangan harapkan orang lain akan membalas cinta loe, karena jika loe tulus maka cinta akan berdiri disekeliling loe. Percayalah Dit”

Aku terdiam, membisu bukan karena aku tak mampu berkata sepatah kata buat Cinta namun inilah cinta yang sebenarnya. Ia baru saja mengajarkanku mata kuliah kehidupan yang berharga, jangan pernah tanya kenapa namun berbuatlah sesuatu buat orang lain sehingga kenapa akan terjawab dengan waktu. Aku mengharapkan ayah mmencintaiku namun aku tak pernah memberinya cinta. Aku mencari ketenangan dan kebahagian pada keramaian semu namun aku lupa, ketenangan akan datang saat kita mampu membuat orang lain tersenyum dengan hal-hal kecil. Aku mencari cinta di tiap malam namun cinta itu kini berdiri tepat dihadapanku.

***

Aku belajar memberi cinta pada ayah tanpa berharap ia harus menerimaku sebagai anaknya. Ku coba menjadi anak yang dapat ia banggakan kelak meski harapan itu terlalu tinggi. Aku menjadi supir pribadi ayahku sendiri, bukan karena ia tak dapat membayar supir pribadinya lagi, namun aku hanya ingin menjaganya karena dia adalah ayahku, meski dalam tubuhku tak mengalir darahnya. Namun aku percaya kata Cinta kalau cinta tak hidup dalam darah namun dalam hati. Saat ia tertidur memeluk buku tebalnya, ku selimuti ia agar tubuhnya tetap hangat. Saat ia mulai berburu dengan waktu, tergesah-gesah memasang tali sepatunya, aku duduk di bawah kakinya dan meraih tali sepatu itu, membantunya mengikatkan dengan rapi. Saat ia mulai lupa memasang dasi, ku bergegas memasangkan dasi pada jas mewahnya dan ku raih jemari tanganya, ku kecup dan menaruhnya di jidatku. Aku berbisik kecil “aku sayang ayah seperti aku sayang bunda”

Aku sangat merindukan Cinta, entah kapan perasaan itu muncul. Antara kami tak pernah ada kata I lov you  atau aku sayang kamu maukah kamu jadi pacarku? Hubungan kami berjalan seperti air saling melengkapi, saling mengisi dan saling menyangi. Setiap sudut kamar ku tempel kata-kata cinta agar ku rasa disekelilingku dipenuhi cinta seperti dirinya. “Cinta tak selamanya datang pada sedarah karena cinta hidup bukan pada darah namun pada hati”. “Ayah…. I love you”. “ Memeluk ayah seperti memeluk seisi dunia”. “jangan tanya kenapa biar kenapa terjawab dengan waktu”. “ Radit & Cinta” penggalan kata-kata itu terpajang di sudut kamarku tepat di samping foto bunda, ayah dan Cinta. Dan aku sering tertidur dibawah foto mereka.

“Maafin ayah, nak” suara ayah seakan tertahan menahan tangisnya dan aku seketika terbangun menyadari kalau saja itu bukan mimpi. Ayah pelan-pelan masuk dalam kamarku saat aku tertidur. “Ayah” ucapku lirih. Dia memeluk tubuhku sekuatnya, dan benar rasanya aku memeluk seisi dunia. Setelah sekian lama pelukan hangat itu ku miliki. “Maafin ayah selama ini menyia-nyaiakan Radit, padahal Radit adalah anak ayah. Maaf nak, ayah sibuk dengan masa lalu yang sudah memenjarakan hati ayah” isak tangis ayah membuat hatiku terasa di hujani ribuan metoer cinta. “Ayah tidak salah, aku sayang ayah” dan malam itu kami berdamai dengan hati dan masa lalu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun