Setelah menjelang malam api itu sudah benar-benar padam dan hanya menyisakan dua besi bulat. Bulan purnama tampak indah bersinar, menyinari wanita itu yang sedang kejang kesakitan setelah menyaksikan proses kremasi anak dan suaminya. Sakit yang luar biasa, dadanya membusung sementara bahunya mengkerut kebelakang. Lehernya tertarik ke depan, mulutnya terbuka lebar sampai dagunya turun menempel ke leher. Jari-jari tangannya mulai memanjang sementara jari-jari kakinya menjadi kecil. Matanya mulai mengeluarkan darah karena menahan sakit. Tapi hal itu dia lakukan dengan senang hati, toh pada dasarnya dia sudah tidak memilik apa-apa lagi. Keputusannya sudah bulat, jiwanya harus mati terlebih dahulu untuk melahirkan jiwa yang baru lagi.
Berdiri di samping abu yang berasal dari anak dan suaminya, wanita itu bernapas dengan tersengal-sengal. Kedua pupil matanya berubah seperti mata kucing. Kepalanya menengadah ke langit dengan mulutnya terbuka lebar. Sinar bulan purnama menjadi saksi bahwa dari mulut wanita itu telah lahir entah binatang apa.
---Bersambung---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H