Mohon tunggu...
Tony
Tony Mohon Tunggu... Administrasi - Asal dari desa Wangon

Seneng dengerin musik seperti Slip Away dari Shakatak.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Parantapa Murka (Bagian 2)

26 Agustus 2021   14:40 Diperbarui: 26 Agustus 2021   14:49 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

MOHON PERHATIAN

Cerita ini bersifat fiksi dan khayalan belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh dan tempat lokasi, itu hanya terjadi secara kebetulan saja dan tidak ada unsur kesengajaan. Kebijakan para pembaca sangat diharapkan.

BAGIAN 2 : ANJING ANJING PERANG    

Banyak kejanggalan yang terdapat di sekitar Hutan Serigala. Sabana yang luas di tempat itu iklimnya tidak selalu hangat. Lokasi yang satu lebih terlihat seperti tundra, lokasi gersang dimana ular seperti sidewinder pun enggan hidup disitu. Sementara hutan yang ada tepat di sebelahnya terlihat subur dan hijau. Dipenuhi oleh tumbuhan yang mirip pinus merah Jepang tetapi daun-daunnya sangat lebar dan lebat. Wangi pohon cedar tercium dari kejauhan, tetapi ternyata berasal dari semacam pohon beringin berdaun kuning yang tingginya tigapuluh lima meter. Meski berada didekat gunung yang puncaknya selalu tertutup oleh salju, hutan tersebut masih mendapat sengatan panas matahari yang sangat kuat walau masih berkabut.              

Seperti pada suatu pagi, dimana kabut masih tersisa menyelimuti hutan, terdengar lolongan dari kumpulan serigala. Lolongan yang tinggi dan panjang. Dari kejauhan tampak sesuatu bergerak dari daerah tundra menuju ke hutan.

Seorang anak berusia sekitar sepuluh tahun lari terbirit-birit dengan tanpa busana. Sementara di dalam hutan yang gelap terdapat puluhan pasang mata menyaksikan kejadian itu dari jauh. Lolongan serigala berhenti setelah si anak berhasil melewati batas antara daerah tundra dengan hutan yang subur. Setelah berlari beberapa langkah, si anak berhenti di depan seorang wanita.

Wanita itu memandang si anak yang menarik napas dengan terengah-engah. Badannya kurus, wajahnya terlihat renta dan tubuhnya yang telanjang kotor berbau busuk dan anyir. Si anak tampak mengenakan besi bulat seperti cincin yang melingkar di leher dan tersambung dengan rantai yang cukup panjang ke cincin besi bulat yang satunya. Wanita itu yakin bahwa si anak adalah anak kandungnya yang sempat hilang bersama suaminya entah sudah berapa lama. Tatapan mata si anak terlihat kosong. Sepertinya kejadian-kejadian yang sudah dilalui membuat dia menjadi gila. Kejadian-kejadian yang seharusnya tidak dijumpai dan tidak dirasakan oleh anak seumur dia.

Setelah menyerahkan besi bulat seperti yang ada di lehernya yang dia bawa selama dia berlari, si anak jatuh terkulai dan tangan wanita itu dengan sigap menangkapnya. Wanita itu memandang dua besi bulat yang ada di pangkuannya, satu melilit leher anaknya yang sudah mati dan yang lain masih melilit di leher seorang pria.

Wanita itu membelai kepala pria yang terlilit besi bulat. Kepala pria tanpa badan itu dikenal betul sebagai suaminya. Kelihatannya si suami rela memutus kepalanya sendiri agar si anak bisa segera melarikan diri pulang. Wanita itu yakin suaminya berbuat demikian karena bentuk potongannya tidak rapi dan si anak menggunakan alat potong yang sudah tumpul. Sebuah pesan ingin disampaikan bahwa mereka ingin mati di pelukan seorang wanita yang mereka cintai.

Wanita itu terdiam untuk beberapa saat. Sambil memangku tubuh anak dan kepala suaminya rasa-rasanya dia sudah tidak bisa lagi untuk menangis, sebab air matanya sudah kering.                                                          

Tidurlah wahai pahlawanku ... Tidurlah bersama malaikat-malaikat pelindungmu ... Saatnya nanti, pedangmu akan melayang ... Mengantar musuhmu ke gerbang neraka...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun