Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Signifikan: Wajah Timnas adalah Wajah Wadah Sepak Bola Akar Rumput yang Tak Diurus

11 Mei 2022   16:52 Diperbarui: 11 Mei 2022   17:07 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono.JW

Bagaimana dengan wadah sepak bola akar rumput sebagai pondasi agar lahir pemain Timnas berkualitas? Pakai embel-embel sekolah, akademi, diklat, tapi memahami apa, siapa, mengapa, kapan, bagaimana, di mana yang harus ada dalam sekolah/akademi/diklat saja tidak. Apakah selama ini PSSI "ngeh," sadar dengan hal ini?

Mirisnya, wadah bernama Sekolah Sepak Bola (SSB) atau Akademi Sepak Bola (ASB) atau Diklat Sepak Bola (DSB) yang didirikan oleh perorangan atau kelompok atau pihak swasta,  malah dibiarkan terus menjamur. Malah ada yang didaftarkan ke notaris segala.

Mereka paham tidak sih, apa itu sekolah, akademi, diklat? Sudah berkali-kali hal ini saya tulis, lho.

Selain itu, meski keberadaannya meramaikan sepak bola nasional, sebab karena tak ada payung hukum, didirikan tak sesuai prasyarat dan standar yang benar, hasilnya, siapa pun pelatih Timnas yang mengampu Garuda, tentu akan teriak kelemahan elementer pemain Timnas di segala kelompok umur.

Masalah tersebut terus berkutat pada persoalan yang secara urutan tak menghasilkan pemain Timnas yang cerdas intelegensi, personality, teknik, dan speed. Atau istilah yang sering saya ungkap dengan akronim TIPS.

Pangkalnya jelas, sudah pakai nama sekolah atau akademi atau diklat hanya untuk tempelan dan gaya-gaya-an, tapi para pegiatnnya terus asyik masyuk dalam euforia merasa hebat, tetapi salah kaprah. Sudah begitu tak sadar diri pula karena tak kompeten ada dalam wadah yang pakai embel-embel akademis.

Jelas, menggunakan istilah sekolah, akademi, diklat, dan lainnya, wajib paham dan menguasai keilmuan, dunia ilmiah, kompetensi pendidik (pedagogik), kompetensi kepemimpinan, kompetensi organisasi, dll. Ada pendidikannya, ada ijazahnya, dll.

Harus mengikuti dan patuh pada kaidah yaitu rumusan asas yang menjadi hukum, aturan yang sudah pasti, patokan, dalil dll.    Lihat payung hukum. 

Andai payung hukum=dasar hukumnya sudah ada dan lengkap. Tentu,  sekolah atau akademi atau diklat yang diembel-embeli sepak bola, yang mau dibuat atau didirikan, wajib memenuhi syarat dan payung hukum.

Setelah berhasil berdiri, keberadaannya pun akan ada bimbingan, penilaian, hingga supervisi, ujungnya ada akreditasi dari Lembaga terkait yang berwenang sesuai peraturan pemerintah.

Maaf, bila di dunia pendidikan formal yang sudah lengkap dasar hukum dan aturannya, regulasinya, supervisinya, akreditasinya dll, keberadaan sekolah, akademi, hingga diklat formal saja masih belum signifikan mengangkat pendidikan Indonesia yang terus terpuruk, Bagaimana dengan wadah sepak bola nasional yang masih saya sebut liar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun