Sang ibu dan anak pun memakan buah terakhir pemberian Bang Belim dan Ko Abing dengan berurai air mata. Kedua sahabat itu tersenyum menahan haru.
"Kamu hebat, Belim!" bisik Ko Abing.
"Berkat sahabat yang hebat seperti dirimu, Bing!" balas Bang Belim.
Bang Belim dan Ko Abing pun tidak tertolong dan meninggal dengan wajah bahagia. Mereka telah menang akan maut karena meraih makna hidup yang sesungguhnya. Hidup mereka menjadi berguna bagi orang lain.
Keduanya wafat pada hari yang sama. Seluruh warga kampung meratapi kepergian kedua sahabat itu. Mereka semua telah berhutang budi jasa kepada Bang Belim dan Ko Abing.
Sebelum meninggal, kedua sahabat itu memeberikan sebuah pesan terakhir. Mereka berdua meminta untuk dimakamkan berdampingan. Tempat peristirahatan terakhirnya ditunjuklah dekat tempat mereka berdua selalu menikmati matahari terbenam.
Warga kampung pun memenuhi permintaan terakhir kedua pahlawan mereka itu. Dengan deraian air mata, para warga melepas kepergian kedua sahabat itu. Bang Belim dan Ko Abing telah pergi untuk selamanya.
Tujuh hari setelah kedua sahabat itu dimakamkan, terjadi fenomena alam yang aneh. Ribuan burung walet tiba-tiba terbang dan bermain di atas langit kampung mereka, seolah-olah memberitahukan sebuah kabar gembira. Burung-burung itu bernyanyi dan menari memenuhi langit. Sebuah atraksi yang tak pernah terjadi sebelumnya.
Tiba-tiba seseorang berteriak, "Ada batu besar di makam Bang Belim dan Ko Abing!"
Maka, seluruh warga kampung berbondong-bondong menuju tempat kedua sahabat itu dimakamkan. Aneh bin ajaib! Entah dari mana bisa muncul sebuah batu raksasa di atas makam Bang Belim dan Ko Abing.
"Masya Allah! Allah Maha Besar!"seru warga kampung.