Dalam arti begini, mungkin kerja di sini gajinya pas-pasan tapi lingkungannya menyenangkan. Atau, kerja di sini gajinya besar tapi kultur perusahaannya penuh tekanan. Setidaknya ada satu hal positif dan dapat dijadikan pegangan, yaitu jangan mencari pekerjaan yang seratus persen cocok dengan kita.
Pekerjaan yang seratus persen tidak cocok pasti banyak, tapi pekerjaan yang seratus persen cocok itu mustahil. Kalau pun ada, pasti hanya dimiliki segelintir orang saja.
Apalagi di tengah situasi pandemi covid-19 seperti sekarang ini. Orang berbondong-bondong mencari kerja, di tengah pandemi seperti sekarang ini, orang berprinsip yang penting kerja, tidak perduli apa pekerjaannya. Itu karena mencari kerja sangat sulit. Tidak ada pandemi saja sulit, apalagi pandemi.Â
Saya mengenal banyak orang yang sudah punya pekerjaan cukup bagus, cukup cocok dengan pekerjaannya tapi mengutuki dirinya yang bekerja. Alasannya,"Pengen usaha sendiri, kalau bekerja bakal gini-gini aja", salah gak sih? Tentu tidak.Tapi janganlah kesadaran berdikari sendiri tersebut lahir dari spirit mengutuki diri karena masih bekerja dengan orang lain.
Saya punya banyak teman yang dulu bekerja, lalu memutuskan merintis usaha, namun usahanya tidak jalan, akhirnya memutuskan kembali bekerja.Â
Mereka yang pernah mengalami hal ini pasti punya persepsi yang jauh lebih dewasa tentang arti bekerja.
Biasanya bahasanya begini,"Ternyata enakan kerja ya, hasilnya pasti."Â
Ya iyalah, saya sendiri sangat bersyukur punya pekerjaan dan alasannya antara lain:
Pertama, saya masih menikmati datang ke kantor, tentu kantor yang berbeda, bukan lagi di dunia perbankan yang menyebalkan dan kaku (ingat yang saya bilang, mengeluhlah tentang pekerjaannya, cari kerja lain, bukan mengeluh karena bekerja).
Saya belum siap untuk kembali merintis usaha dan menjalani hari-hari sepi karena tak bertemu rekan sebaya setiap harinya.Â
Saya belum siap duduk, menjaga kios, sepi pembeli, gabut, dan stress karena seharian tidak berbicara dengan orang.