Mulan menarik napas panjang, pelan-pelan ia mulai bisa berdamai dengan apa yang ada di hadapannya kini, dan ia sangat bersyukur bahwa yang menjadi mimpinya justru saat bersama Ariel di rumah tadi. Tapi, ia benar-benar lupa dengan acara reuni ini. Kapan mereka semua merencanakannya? semakin mencoba mengingat-ingat, semakin kepalanya terasa sakit.
"Lan, tadinya kan kita rencana mau bawa suami, cuma nggak enak sama kamu." Maya membuyarkan lamunan Mulan.
"Loh, kenapa?"
"Ya ... itu ... gimana, ya? Kan kamu sendirian sekarang, jadi kami pikir kayaknya nggak fair lah kalau kita-kita bawa suami. Anyways, kamu nggak kepikiran mau cari suami lagi? Kamu masih muda, lho. Teman-teman alumni kita masih ada yang single, loh."
"Maksud kamu gimana, ya, May? Kok aku sendiri?"
"Duh, kayaknya kamu masih belum move on, ya. Padahal udah setahun ini. Iya, kan, temen-temen?" Maya minta pengakuan dari teman-teman yang lain. Mereka pun mengangguk bersamaan.
"Sumpah aku nggak ngerti kamu ngomong apa." Wajahnya makin menunjukkan kebingungan.
"Aku tahu ini berat, cuma kamu harus bergerak, Lan. Hidup ini hanya sebentar, Say."
Mulan mulai merasa kehilangan keseimbangan tubuh, ucapan demi ucapan Maia berputar dalam kepalanya. Ia meraba saku celananya, berusaha menemukan ponselnya, namun tak ada. Kemudian buru-buru meninggalkan teman-teman masa sekolahnya menuju kantor belakang, ternyata ponselnya tergeletak di atas meja. Ia bergegas menghubungi Ariel.
"Pa, kamu sehat, kan?"
"Iya, kamu kenapa?"