"Iya, Bu,"
      "Nak Aaz, apa kabar? Sudah punya anak berapa sekarang?" Ibu Sasa pun memberondongku dengan pertanyaan, dan aku hanya tertawa kecil.
      "Sa, turut berduka cita yah, aku  baru tau semalam kalau suami kamu telah meninggal.  Maaf ya, selama ini aku benar-benar memutuskan komunikasi di antara kita,"
      "Nggak apa-apa, Az.  Oh, iya, kamu belum jawab pertanyaan Ibu,"
      "Hmmm ... kabar aku baik dan aku belum menikah sampai sekarang,"
       Perbincangan kami pun mengalir.  Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 WITA.  Rasanya aku sudah bertamu cukup lama dan aku pun pamit untuk pulang.
Waktu bergulir, komunikasiku pun kembali terjalin. Â Getaran-getaran cinta yang tak pernah sempat kuungkap sejak masih putih biru, tidak pernah pudar begitu saja, meski Sasa telah dengan status barunya sebagai seorang single mother Pernikahan dengan Akbar Abdillah, Sasa melahirkan dua anak perempuan, Ziza dan Zizi serta satu orang anak laki-laki yang masih berumur 3 bulan, Ziyad Abdillah. Â Hari-hari berlalu, anak-anak Sasa begitu dekat denganku.Â
      "Om, mau nggak jadi papanya, Za?"
      Pertanyaan Ziza seketika membuatku terdiam, sejenak kuhela napas panjang.  Kutatap bola mata bocah 4 tahun, mata yang begitu indah.  Kuraih tubuh mungilnya dan mendekapnya dalam pelukan.
      "Andai kamu tau Nak, sejak masih seragam putih biru aku memendam rasa pada Ibumu." gumamku.
Ziza dan Zizi tidak hanya dekat denganku, tetapi juga dengan keluarga besar.  Kehadiran dua sosok  bocah perempuan dengan segala tingkah polosnya menjadi hiburan tersendiri bagi kedua orangtuaku.  Berbeda dengan Ziyad yang masih usia tiga bulan, Sasa masih tidak mengizinkanku untuk membawanya ke mana-mana.Â