Mohon tunggu...
Timotius Cong
Timotius Cong Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penginjil

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Depresi BISA Di Sembuhkan

10 Juni 2020   16:21 Diperbarui: 18 Juni 2020   17:48 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang harus diakui, saya memiliki karakter yang keras. Seringkali pada saat stres di pelayanan membuat saya menumpahkan kemarahan dan kekesalan kepada istri dan anak-anak. Jika bukan kepada mereka siapa lagi? kalau kepada orang lain dan jemaat, masalah bisa tertambah besar. Hanya kepada keluarga yang tidak berdaya, kita merasa lebih aman menumpahkan kemarahan kita. Memang saya yang lega tetapi mereka yang terluka. 

Demikian juga pada saat dia sakit, saya marah-marah dan ngomel. Sebenarnya ingin memberitahu dia bahwa saya sangat sedih atas apa yang terjadi pada dia. Saya takut terjadi apa-apa pada dia, tetapi karena saya lakukan dengan mengomel dan marah-marah. Jadi yang terlihat bukan kasih, tetapi kemarahan saya. Sehingga dia bukan semakin membaik tetapi semakin depresi. 

Mulai hari itu, saya berdoa, "Tuhan ampunilah saya, dan ajarkan saya bagaimana cara mengasihi istri dan anak-anak." Saya mencoba berubah. Sekalipun tidak mudah. Tetapi saya harus berkomitmen untuk berubah demi istri.

 Saya mencoba ambil kuliah intensif berkaitan dengan konseling dan pembahasan psikologi di STTRI tempat saya ambil S2. Di situ saya mulai belajar memahami orang lain.

 Saya baru belajar bahwa ternyata setiap masalah dan tingkah laku yang di lakukan orang lain selalu ada penyebabnya. Saya juga di ajar untuk jujur mengungkapkan perasaan sedih, kecewa dan senang. 

Di mana selama ini, sebagai Hamba Tuhan sudah ada aturan yang tidak tertulis. Jika kita mengungkapkan perasaan sedih, takut, kuatir dan marah akan di cap tidak beriman. Sehingga selama ini, saya harus berpura-pura baik-baik sekalipun hidup sudah seperti mau diakhiri saja. 

Dari kuliah intensif dan kelompok diskusi yang saya ikuti membuat saya semakin jujur dan terbuka. Hal itu membantu emosi saya semakin bisa diutarakan pada tempat dan waktu yang benar.

Hasilnya sejak tahun 2014, istri saya berangsur-angsur sembuh dan sesak nafasnya berkurang. Pas tahun 2015 obat Kalxetin sudah tidak dia minum lagi secara rutin, dan penyakit sesak nafasnya sudah sembuh. 

Memang sekali-kali dia merasa mau kumat, terutama jika lagi kecapean dan stres masalah pelayanan. Tetapi segera bisa di atasi dengan cepat, baik dengan mencoba mengalihkan perhatian ke hal-hal lain dan berdoa. Yang penting tidak sesak nafas seperti dulu dan tidak perlu lagi meminum obat Kalxetin secara rutin. 

Meminumnya hanya saat merasa tidak nyaman, tetapi itupun dengan dosis yang kecil yaitu 1x1 dan hanya 3 hari. Setelah gejala tidak nyaman hilang, obat langsung di hentikan. Tetapi sudah amat jarang terjadi. 

Pada awal Pandemi Corona. memang ada rasa tidak nyaman dan mau kumat muncul lagi, karena kecemasan terhadap pandemi Corona. Lalu saya minta dia untuk tidak membaca dan menonton berita-berita tentang Corona baik di Group WA atau TV. Setelah dia tidak membaca berita-berita tentang Corona, rasa cemas sudah bisa di atasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun