Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sindrom Megalomania dalam Dunia Pendidikan Indonesia yang Involutif, Komersialisasi dan Salah Kaprah Penggunaan Terminologi

30 September 2024   23:10 Diperbarui: 1 Oktober 2024   05:49 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
via https://discover.hubpages.com/

Penggunaan istilah coach yang dangkal dan komersialisasi pendidikan yang semakin masif hanya memperparah kondisi ini. Menghadapi fenomena ini, kita harus kembali kepada gagasan-gagasan mendasar dari tokoh-tokoh pendidikan kritis seperti Ki Hajar Dewantara, Benjamin Bloom dan Paulo Freire, yang menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan membebaskan.

Pendidikan tidak seharusnya menjadi ajang persaingan atau komoditas yang diperjualbelikan. Sebaliknya, pendidikan harus menjadi ruang untuk mengembangkan potensi setiap individu, menciptakan masyarakat yang adil, dan memajukan peradaban secara holistik. 

Jika tidak, pendidikan kita akan terus mengalami involutif,  mundur secara substansial meskipun tampak bergerak maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun