Penggunaan istilah coach yang dangkal dan komersialisasi pendidikan yang semakin masif hanya memperparah kondisi ini. Menghadapi fenomena ini, kita harus kembali kepada gagasan-gagasan mendasar dari tokoh-tokoh pendidikan kritis seperti Ki Hajar Dewantara, Benjamin Bloom dan Paulo Freire, yang menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan membebaskan.
Pendidikan tidak seharusnya menjadi ajang persaingan atau komoditas yang diperjualbelikan. Sebaliknya, pendidikan harus menjadi ruang untuk mengembangkan potensi setiap individu, menciptakan masyarakat yang adil, dan memajukan peradaban secara holistik.Â
Jika tidak, pendidikan kita akan terus mengalami involutif, Â mundur secara substansial meskipun tampak bergerak maju.