(“Lin, Bagaimana kalau aku menikah lagi?” suara Galih begitu berat dan lirih.
Kata-kata Galih ini bagi Linda seolah petir yang menyambar dadanya. Dengan sekejap awan hitam datang menggulung, disertai badai dan hujan lebat, sehingga menumbangkan pohon-pohon tua yang sudah lapuk.)
Melegakan
(“Tapi, sudahlah kita lupakan saja kata-kata mas itu. sampai kapan pun aku tetap mencintaimu dan tak mungkin mengkhianati janji kita. Lin, sekali lagi maafkan mas ya!”)
Bahagia
(lalu mengulurkan tangan, menjabat tangan Galih, “Selamat ya! Anda akan menjadi seorang ayah.”)
3. Penokohan: a) Galih : Gundah, sabar, setia, penuh perhatian, dan baik
(Galih kemudian beralih menuju bibir ranjang dan mengajak istrinya duduk bersebelahan, sambil tangan mereka tetap bertaut. Galih mendesah seolah ada persoalan berat yang menghimpit dadanya yang ingin diutarakan pada istrinya malam itu.)
(Melihat keadaan seperti itu, Galih coba membujuk istrinya dan coba menenangkannya dengan mendekapnya dari belakang, namun ditepis oleh istrinya. Galih tetap berusaha memperbaiki keadaan. Ia coba sekali lagi menyentuh bahu istrinya.)
(“Lin, asal kamu tahu, aku berkata seperti itu justru menunjukkan kesetiaanku padamu. Aku tahu, sangat jarang seorang istri mengizinkan suaminya kawin lagi walau dengan alasan apa pun. Makanya kalau aku tidak setia, mungkin sudah sejak dulu aku menikah dengan wanita lain secara diam-diam. Tapi, sudahlah kita lupakan saja kata-kata mas itu. sampai kapan pun aku tetap mencintaimu dan tak mungkin mengkhianati janji kita. Lin, sekali lagi maafkan mas ya!”)
(Melihat keadaan istrinya seperti itu, secepatnya Galih memijit pundak istrinya untuk mengurangi rasa mual. “Kamu sakit Lin?” tanya Galih cemas.)
(“Kalau begitu, kita ke dokter ya!” ajak Galih kepada istrinya.)