Mohon tunggu...
Nur Fatikhah
Nur Fatikhah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengidentifikasikan Unsur Interinsik Cerpen “Pilihan Terindah”

18 Oktober 2015   13:09 Diperbarui: 18 Oktober 2015   14:59 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat keadaan seperti itu, Galih coba membujuk istrinya dan coba menenangkannya dengan mendekapnya dari belakang, namun ditepis oleh istrinya. Galih tetap berusaha memperbaiki keadaan. Ia coba sekali lagi menyentuh bahu istrinya.

“Lin, maafkan mas sudah menyakiti hatimu dengan perkataanku tadi. Mas tidak bermaksud mengkhianati janji setia kita dulu. Aku masih ingat, dan aku akan tetap mencintaimu sampai kapan pun. Maafkan aku ya!” ucap Galih lirih.

Linda membalikkan punggungnya menghadap suaminya. Isak tangisnya mulai mereda. Galih menghapus sisa air mata istrinya dengan ibu jarinya, sambil berkata, ”Sekali lagi maafkan aku, aku menyesal berkata seperti itu. Sebenarnya tidak ada niat sedikit pun untuk menduakanmu. Memang benar aku menginginkan anak dari darah dagingku sendiri, bukan dari rahim orang lain, tapi dari rahimmu sendiri. Tadi cuma bercanda kok, gitu aja diambil hati.”

Linda duduk dan menatap suaminya,“Kalau tidak diambil hati, pastinya Mas akan menurutkan kata-kata Mas sendiri. Enak aja, jelas aku tidak setuju Mas.” Linda masih terlihat ngambek.

“Lin, asal kamu tahu, aku berkata seperti itu justru menunjukkan kesetiaanku padamu. Aku tahu, sangat jarang seorang istri mengizinkan suaminya kawin lagi walau dengan alasan apa pun. Makanya kalau aku tidak setia, mungkin sudah sejak dulu aku menikah dengan wanita lain secara diam-diam. Tapi, sudahlah kita lupakan saja kata-kata mas itu. sampai kapan pun aku tetap mencintaimu dan tak mungkin mengkhianati janji kita. Lin, sekali lagi maafkan mas ya!”

Linda memeluk suaminya dan berkata,” Ya Mas, Mas sudah saya maafkan.”

”Alhamdulillah, aku janji tidak akan pernah berkata seperti itu lagi,” pungkas Galih.

Dua insan yang belum mendapatkan amanah anak itu larut dalam pelukan malam. Perlahan Galih melepas pelukannya, lalu berkata lirih, “Lin, sebenarnya ada satu cara lagi yang belum pernah kita coba.”

“Apa itu Mas?” Tanya Linda antusias.

“Selama ini kita terlalu mengandalkan ikhtiar kita kepada dokter, sehingga melupakan Allah sebagai Tuhan yang Maha Pemberi.”

“Lalu bagaimana yang harus kita lakukan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun