Mohon tunggu...
Nur Fatikhah
Nur Fatikhah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengidentifikasikan Unsur Interinsik Cerpen “Pilihan Terindah”

18 Oktober 2015   13:09 Diperbarui: 18 Oktober 2015   14:59 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Mas, katakanlah! Aku siap menerima hal yang terburuk sekalipun.”

Linda menggenggam jemari suaminya lebih erat. Apa yang ia katakan itu bertolak belakang dengan hatinya. Sebenarnya itu hanya ungkapan bibirnya saja, karena bagaimanapun perasaan wanita lebih halus, sehingga ia mampu menangkap ketidaknyamanan sikap suaminya.

“Lin, Bagaimana kalau aku menikah lagi?” suara Galih begitu berat dan lirih.

Kata-kata Galih ini bagi Linda seolah petir yang menyambar dadanya. Dengan sekejap awan hitam datang menggulung, disertai badai dan hujan lebat, sehingga menumbangkan pohon-pohon tua yang sudah lapuk.

Linda terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan suaminya. Kekhawatiran yang selama ini selalu menghantui pikirannya, kini sudah di ambang mata. Ia sadar dan tahu betul, karena berkaca pada pengalaman orang lain bahwa banyak rumah tangga hancur lantaran masalah momongan. Apakah hal yang sama akan terjadi pada rumah tangganya?

Linda tertunduk, berurai air mata. hancur hatinya berkeping-keping mendengar ucapan suaminya itu. Walau ia tahu dan tidak menyangkal bahwa agama tidak melarang laki-laki memiliki istri lebih dari satu. Namun, hati wanita mana yang tidak remuk mendengar kata-kata seperti itu. Andai saja, Linda tidak memiliki kelainan pada rahimnya, mungkin ia sudah mengamuk saat itu juga.

Namun, Ia tetap tegar, sambil terisak ia mengungkapkan perasaannya, “Mas...aku sadar, aku memang memiliki kekurangan, tapi sakit hati ini Mas mendengar kamu berkata seperti itu. Mas sudah lupa ketika kita sama-sama susah dulu? Waktu itu kita berjanji akan tetap saling mencintai dan saling mengerti dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kini setelah kita mapan, Mas coba mengkhianati janji setia kita?”

Galih menunduk, tak berani menatap mata istrinya yang sembab. Ia sadar dengan apa yang dikatakan istrinya. Tak sepantasnya ia berkata seperti itu pada istri yang selama ini dengan setia mendampingi dirinya, baik dalam keadaan senang maupun susah. Namun, justru dengan mengatakan seperti itu ia menganggap apa yang ia lakukan adalah bagian dari rasa kesetiaannya. Andai saja ia menurutkan egonya, mungkin ia akan menikah sembunyi-sembunyi, tetapi itu tidak ia lakukan karena menurutnya menikah sembunyi-sembunyi justru merupakan pengkhianatan.

“Lin, aku bukan bermaksud mengkhianati janji setia kita dulu!” ungkap Galih dengan suara bergetar. Rupanya sejak istrinya mengingatkan janji setia mereka, ia pun tak mampu membendung air matanya.

“Lalu, apa maksud Mas mengatakan hal itu, apa memang Mas sudah memiliki calon pengganti diriku? Sudah, sana pergi, pergi...! Temui calon istrimu itu dan ceraikan aku sekarang juga!”

Setelah berkata seperti itu Linda menghempaskan tubuhnya ke ranjang membelakangi suaminya. Air mata dan isak tangis Linda semakin memuncak. Api cemburu yang redup lantaran sadar kekurangan dirinya, rupanya tak mampu dipadamkannya. Ya, wanita mana yang tidak cemburu? Wanita mana yang tak terpantik emosinya mendengar suaminya pengin kawin lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun