Mohon tunggu...
tiara shafira azzahra
tiara shafira azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasisa Ilmu Politik Universitas Bakrie

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Security Dilemma Negara di Kawasan Timur Tengah terhadap Program Pengembangan Nuklir Iran

14 Juli 2022   15:20 Diperbarui: 14 Juli 2022   15:32 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penyusunan politik domestik sendiri membutuhkan tiga tahapan struktur. Pertama, berdasar pada sistem hierarki. Kedua, mengetahui spesifikasi fungsi dari bagian-bagian dalam struktur politik yang ada. Ketiga mendistribusikan kemampuan dari masing-masing bagan kedalam sistem struktur politik (Sheehan, 1996).

PEMBAHASAN

Kesadaran iran untuk tidak selamanya bergantung pada ketersediaan minyak dan gas membuat Iran mulai mengembangkan energi nuklir. Di tahun 2025, populasi Iran akan bertambah sehingga pengembangan nuklir dilakukan sebagai pengalih sumber energi utama untuk memenuhi kebutuhan listrik domestik Iran (Saragih, 2017). 

Di sisi lain ambisi Iran dalam mengembangkan senjata nuklir memunculkan kekhawatiran bagi banyak negara di dunia. Salah satunya Amerika Serikat dalam menebar hegemoni di kawasan tersebut. (Nurtyandini, 2022).

Penolakan Terhadap Program Pengembangan Nuklir Iran

Pengembangan nuklir Iran merupakan sebuah pergerakan yang diambang oleh perseteruan dan persetujuan. Hal ini dikarenakan oleh tingginya resiko yang akan dihasilkan jikalau penggunaan nuklir semakin efektif dibandingkan dengan sebelumnya. Program pengembangan yang sudah berjalan selama 2 dekade ini telah banyak menciptakan negosiasi dengan banyak pihak dikarenakan rasa khawatir yang cukup besar .

Selain dari dampak yang akan terjadi kekhawatiran akan bahan baku yang tak ramah lingkungan juga menjadi poin lain dari banyaknya ketidaksepakatan penggunaan senjata nuklir. Tahun 1968, terdapat sebuah perjanjian atas penolakan terhadap penggunaan senjata nuklir, namun hal tersebut baru secara aktif dilakukan pada 1970 setelah Amerika Serikat, Inggris dan Uni Soviet menandatangani perjanjian tersebut. 

Setelah sekian lama tidak ada kejelasan atas perjanjian penolakan penggunaan senjata nuklir, tahun 2015 kesepakatan tentang nuklir mulai dibicarakan dan dirancang kembali di Wina. Kesepakatan tersebut diadakan oleh Iran dan Amerika Serikat dengan dukungan dari negara pemegang hak veto PBB (Rusia, Perancis, Inggris dan juga China).

Poin penting dalam pembahasan tersebut adalah pengayaan level uranium (bahan bakar senjata nuklir), kapasitas stok uranium dan plutonium serta pengawasan pembuatan senjata. Adapun lama pengerjaan senjata juga diatur dari jangka waktu 2-3 bulan menjadi 1 tahun lamanya. Hal yang ditawarkan dalam perjanjian ini adalah menjadikan perekonomian Iran lebih baik sebagai kompensasi dari pengurangan penggunaan senjata nuklir.

Hal ini sejalan dengan teori realisme struktural defensif, dimana disebutkan bahwa negara mencari keamanan dalam sistem internasional yang anarkis – ancaman utama bagi kesejahteraan mereka berasal dari negara lain (Waltz, 2001), negara-negara lain yang merasa terancam oleh pengembangan nuklir Iran mengadakan perjanjian penolakan. 

Negara-negara tersebut tidak mempercayai niat negara lain dan akan selalu berusaha memaksimalkan keamanan mereka sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun