"Tolong ganti nama anjingmu, bocah. Aku akan memaafkan kesalahan bapakmu." Juragan Paijo yang sejak tadi diam, akhirnya bicara juga.
"Saya jadi semakin yakin untuk tetap menamai anjing saya Paijo setelah Anda mengucapkan ini, pembunuh dan tukang fitnah."Â
Di sudut teras, Paijo Kerek menegakkan telinga, bersiap melindungi saudara serumah. Ketika tangan juragan Paijo mencekal kaos Ongko, Paijo kerek berlari menerjang yang membuat juragan itu terjengkang duduk di tanah dengan Paijo Kerek di atasnya. Tampak kasihan.Â
Ongko menyandarkan punggungnya pada gedhek untuk menikmati pertunjukan ini. Dia melupakan ajaran agama yang sejak bayi merendam otaknya. Dia juga melupakan petuah bapaknya tentang jiwa welas asih. Ah, apa itu welas asih? Sedari kecil orang sekitarnya tak pernah memberinya contoh.Â
Namun entah apa yang terjadi, kedua mahluk beda jenis itu saling bertatapan. Beberapa detik kemudian Paijo Kerek mundur menampakkan wajah bingung. Kedua Paijo membantu juragan Paijo berdiri. Mereka bertiga segera berlari menjauh. Paijo Kerek mengikutinya, lebih tepatnya Paijo Kerek mengikuti mantan pemiliknya.Â
"Paijo!" teriak Ongko memanggil anjingnya.
Keempat Paijo menoleh tapi tak berhenti. Hah, bahkan Paijo Kerek adalah seorang anjing.
Catatan:
Cak: mas
Kerek: anak anjing
Gak tau adus: gak pernah mandi