Mata Ongko terbeliak. Ia tiba-tiba mengakhiri perenungannya di jamban. Setelah hampir sebulan berpikir, akhirnya ia menemukan nama untuk anjing kecil itu.Â
Ia pandangi anakan rottweiler yang selalu setia di sisinya. Rottweiler itu hadiah dari pacarnya untuk menjaga Ongko yang hidup sebatang kara.Â
"Paijo," bisik Ongko sembari tersenyum.Â
Ya, Paijo adalah nama yang tepat untuk anjingnya. Bagaimanapun lelaki muda itu sudah mengetahui asal usul peliharaannya tersebut. Bukan tentang stambum, ia sama sekali tak peduli tentang itu. Apapun yang pacarnya berikan, akan ia terima dengan rasa suka cita.
Anjing yang sepenuh hati ia anggap anak, ternyata pemberian dari pembunuh bapaknya. Anjing itu awalnya diberikan sebagai hadiah ulang tahun untuk anak Pak Camat. Sang pemberi mengetahui bahwa Pak Camat sangat menyayangi anak perempuan satu-satunya itu. Tentu saja ini adalah salah satu usaha gratifikasi. Ongko benar-benar mengutuk kebenaran ini. Baginya pengkhianat Tuhan tak lebih baik daripada rottweiler.Â
Ongko adalah orang yang taat. Tiap hari yang dilakukan hanya menyembah Tuhan. Kebaikan hatinya tak terkatakan. Seandainya ia sedang lapar dan hanya makan nasi lauk garam, dan saat itu ada yang meminta makanannya, pasti ia berikan. Hidupnya seolah bersih tanpa salah. Satu kesalahannya hanyalah jatuh cinta pada perempuan anak Pak Camat.
Namun Ongko merasa kehidupan sungguh tak berpihak padanya. Bagaimana ia kecil selalu dijauhi karena kemiskinan. Bapaknya hanya bekerja sebagai tenaga keamanan di tempat usaha juragan Paijo -- yang akhirnya sang bapak meninggal dengan tragis cuma karena ingin keluar dari pekerjaan. Kabarnya, juragan Paijo takut jika bisnis terselubungnya terbongkar. Citra si juragan di depan warga kampung tentu jelek sebab dua tahun mendatang, juragan Paijo hendak mengajukan diri menjadi lurah.
Jiwa Ongko terasa tercincang menjadi serpihan kecil. Maka dari itu tercetuslah sebuah nama di otaknya. Paijo, nama juragan prostitusi tempat bapaknya bekerja, kini ia sematkan untuk nama rottweiler-nya. Bukankah itu sebuah penghargaan?
Toh nama Paijo juga bukan nama ningrat. Orang Jawa menganggap nama ini sebagai nama untuk kasta rendah. Di kampungnya, nama Paijo sebenarnya adalah julukan untuk mengolok-olok ketika seseorang berbuat kekonyolan.
"Gak tau diri. Dasar Paijo!"Â
"Dasar Paijo, pulang gak pamit." Begitu umpatan kebanyakan orang.Â