Qee yang bekerja di sebuah LSM, menemukan fakta-fakta memilukan dalam perayaan valentin. Banyak kasus dia tangani. Membuat mata hatinya benderang menyimpulkan makna.
"My Tra, barusan aku dapat klien. Gadis kelas 3 SMA. Selama 3 tahun valentinan, 3 kali dia melakukan hubungan terlarang. Dua tahun dia bisa membuat aman. Tahun ini, dia bunting. Kamu tidak percaya, di sekolah dia bintang juara. Pialanya segudang. Namanya terkenal. Duhai, itu bukan hari kasih sayang, itu hari kebangkitan. Bangkitnya generasi yang menutup diri dari batasan moral. Masa depan, bagi mereka, adalah pucuk gunung yang tak perlu lagi diperjuangkan. Asal sekarang senang, begitulah yang ditanamkan."
Qee mengerti, Tra dan Shim bukan sembarang anak muda. Qee selama ini memantau. Memastikan semua aman dan baik-baik. Tapi siapa bisa menjamin mereka lepas. Dua tahun berturut-turut, jelang hari-H, Qee mementori dua sejoli sahabatnya. Meski Shim terlihat emoh menelan peringatan-peringatan.
"Every day is valentine’s day, itu kalau konteks valentin memang murni kasih sayang dan bukan disangkutpautkan dengan tokoh tertentu dari latar belakang tertentu. Kasih sayang tak mengenal batas, ruang, waktu. Sekeliling kita cuma korban industri. Anak muda tidak mau melek, masih dominan ngekor budaya yang bukan dari kita."
Tra sedikit banyak menerima, tapi makin ke sini, Shim sepertinya hendak melepas status Qee dari seorang konsultan cinta menjadi seorang kepala sekolah.
***
Taksi itu membawa Tra dan Shim ke masa depan.
***
Berita heboh tanggal 15 Februari. Dua tahun lalu. Koran yang memuat berita itu tersimpan di kotak bertali pita di almari Qee.
***
Halo Tra, udah pagi. Bangun! Kita jadi pesta kan? No merah jambu, no coklat. Harus banjir tangis. Juga kobaran marah. Pakaian hitam. Serba hitam. Jangan lupa karangan bunga. Ucapan bela sungkawa.