Mohon tunggu...
Thuluw Muhlis Romdloni
Thuluw Muhlis Romdloni Mohon Tunggu... lainnya -

Bukan penulis, hanya orang narsis dan numpang eksis :D www.senjasagarmatha.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

R.I.P Valentine's Day

14 Februari 2015   23:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:10 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14239155921511634835

[caption id="attachment_396951" align="aligncenter" width="546" caption="Ilustrasi Hari Valentine/Kompas.com"][/caption]

Dear  Tra dan Shim,

Aku  menulis ini bukan untuk kalian baca. Bulan ini, hujan masih betah menyapa. Dingin membuat perangkap di setiap sudut. Membangunkan rindu yang terlelap. Tapi bukan itu saja, seperti dua tahun terakhir. Aku merasa kalian hadir. Datang jauh-jauh dari tempat tak tertangkap mata dan langkah. Lalu di sini kita berkumpul. Di bawah pijar lampu yang seumpama butir bintang dipetik jemari peri. Kurunut kisah kalian, lagi. Sudah kukatakan, bahwa semakin waktu memangkas, semakin rimbun helai kenangan mengerubun.

Tra, ini ada secangkir kopi. Kopi pahit. Dulu aku tidak suka baunya. Tapi semenjak kamu pamit, aku jadi penggilanya. Hei, sedang apa kira-kira kamu di sana? Besok ada pesta? Siapa yang gabung? Memangnya itu dilegalkan? Apakah serba merah jambu seperti di sini? Apa cuma abu-abu? Atau barangkali semua warna lebur. Iya kalau di situ kamu masih kenal warna-warna. Tahu tidak, Tra. Sekarang—tepatnya dua tahun terakhir—aku tak lagi suka merah jambu. Melihat warna merah jambu, membuat aku mual. Maksudku geram.

Shim, kamu lapar? Aku ada gulai kepala ikan. Ke sini kalau mau, seporsi tidak bakal cukup, kan? Nanti aku pesankan lagi, tenang. Jujur, aku kangen wajah ganteng kamu. Satu-satunya wajah ganteng di dunia. Tahi lalat di pipi kirimu tidak lazim. Eh, tapi kali saja itu susuknya. Masih suka bersiul? Hati-hati ya kalau bikin meleleh lawan jenis di sana. Kamu belum kapok disumpah serapahi? Dituduh ini itu? Jadi ganteng tidak selalu bikin seneng. Jadi inget kamu sempet mau operasi plastik. Kamu memang langka, Shim. Di saat orang gemuk pingin ngurusin badan, dan orang kurus pingin gemukin badan. Lha ini orang ganteng minta dijelekin.

Kalian berdua tahu kan? Besok hari apa? Betul, siap-siap kita reuni. Pesta. No merah jambu. No coklat. Pakaian harus hitam. Bawa tisu. Dan satu lagi, jangan keluar ke mana-mana. Karena sehari itu, dari siang sampai malam, dunia kita jadi panggung sandiwara. Berantakan. Amburadul. Pada adu akting. Merasa penting. Sial, rasa berdosa banget kalau tidak ikut tampil. Jadi figuran gak papa kok. Mondar-mandir, bengong mirip orang bloon. Gak papa. Sumpah. Eh, sampah.

Bentar ya, ada telepon masuk.

"Happy valentine ya, Qee. I realy miss u."

"Valentine masih besok. Siap-siap kirim karangan bunga. Bela sungkawa."

Tertawa, terbahak-bahak. Tersedak. Berair mata.

Sorry, tadi si Chis, dia habis putus. Lima tahun pacaran. Cowoknya minggat. Terus setiap hari, sejak seminggu lalu, nelpon aku untuk  bilang kayak gitu. Chis mungkin sedang memimpikan jadi orang gila.

Abaikan.

Tra, sudah larut nih. Tapi aku masih pingin ngajak kamu ngobrol, besok acaranya harus asik. Marah dan tangis tak boleh terlewat. Dikutuk jadi tikus kalau masih sempet ketawa.

Shim, kamu jangan sembunyi. Aku masih melek. Aku tahu, besok kamu mau bikin kejutan. Harus sukses bikin marah dan tangis. Awas kalau kamu menjebak aku hingga meringis, aku bakal nangis sampai air mataku habis.

Bentar ya, pintuku diketuk.

"Kak, belum tidur kan? Minta fatwanya dong."

Aku menghela napas. Ini si Putteri ngapain malam-malam minta fatwa.

"Gimana valentin itu menurut kakak?"

Aku menepuk jidat. Mencoba memutar ingatan yang seolah timbul tenggelam.  Putteri ini masih kelas 6 SD. Dan dia tanya sesuatu yang menjengkelkan itu.

"Kamu kurang kerjaan tau gak?"

"Ini tugas dari sekolah,"

"Tugas?"

"Tugas pelajaran agama,"

"Valentin itu hari kebangkitan,"

Pintu aku tutup. Putteri melongo.

Kepalaku tegak seperti habis tersengat listrik. Nafas terengah. Jam menunjukkan pukul dua pagi. Kusambar pulpen yang terkapaar entah sejak pukul berapa.

Tra, Shim, sorry, aku ketiduran. Malah mimpi buruk. Bisa kita terusin? Apa? Kalian juga ngantuk? Plissssss, sepuluh menit saja.

Suara jangkrik membungkus sepi. Mungkin mereka sedang ronda shift tiga.

Tra, ini sudah tanggal 14. Mengingat tanggal itu, aku seperti ditelanjangi. Diseret ke tengah lapangan. Siap dihujani seribu cambukan. Dua tahun lalu, saat mengantar kamu dan Shim, aku bilang berkali-kali, tanggal 14 ingin aku hapus dari penanggalan dunia. Februari cukup 27 hari. Setelah tanggal 13, langsung 15. Tapi hingga kini, aku belum dapat merealisasikannya. Prosesnya sulit, kata salah kawanku.  Dia memang tidak hendak menghapus satu hari dari penanggalan dunia, dia ingin menambahi. "Khusus Desember ada 32 hari," Ceritanya, dia dicampakkan kekasihnya karena "syarat" yang harus dia penuhi telah tiba di ujung deadline. "Saat itu, tanggal 1 seperti malaikat maut." Ujar dia. Malang, apa yang berbulan-bulan ia kerjakan, rampung di tanggal 1, tahun baru. Semua orang bersuka cita, dia merintih luka menimang-nimang air mata.

Sandiwara raksasa. Pagi nanti hingga jelang pagi lagi. Bumi kita akan dipenuhi kepalsuan-kepalsuan. Berbondong-bondong masuk perangkap. Dan melonjak girang bukan kepalang menyadari bisa ambil bagian. Banyak pembuktian-pembuktian yang itu merupakan pembunuhan.  Ya Tuhan, bila saja satu hari itu aku bisa lepas dari bumiMu. Tak sampai hati membiarkan kemusnahan menari-nari.

"Kamu jangan minta mati suri, kan kita mau pesta," Shim menyela.

"Kalau minta mati, sekalian saja. Nggak akan pusing-pusing dengan perayaan ini itu." Tras berkata tenang.

***

Shim sudah siap, memberi kejutan itu untuk Tra. Dua tahun lalu. Seperti biasa, sebatang coklat.

Tapi tak cuma coklat. Memberi coklat saja, dianggap belum sempurna.

Malam itu berlanjut.

Villa di ujung bukit bisu. Dua mobil mewah terparkir.

Ada tujuh anak muda. Berpasang-pasangan.

Tidak mikir besok masuk sekolah.

Tidak mikir besok ditanya PR dan tugas.

Tidak mikir besok sarapan bareng mama papa.

Tidak mikir besok berpamitan, mengucap salam.

"Setahun sekali. Mari diberi arti." Seorang bernama Gza mengulang-ulang kata itu. Seperti mantra. Membius siapa saja.

Tra mulai risih. Shim sama. Mereka merasa berada di tempat yang salah.

Tapi mantra tiada henti bergema.

"Setahun sekali. Mari diberi arti."

Tra menggamit lengan Sham. Pandangan matanya tak sulit dibaca.

"Kita pergi sekarang."

Di sekeliling mereka, pasangan-pasangan sudah hanyut bermesraan. Membuktikan cinta. Mengapresiasi sayang.

Mereka kabur. Keluar dari villa yang berubah surga. Tak ada yang mengejar. Tak ada yang sadar. Semua pasangan dimabuk kepayang. Di sembarang ruang mereka mempersembahkan cinta dan kasih sayang.

"Aku sudah bilang, bakal begini akhirnya," Tra mendengus, keringat melumuri badannya yang terenggah.

"Aku hanya ingin suasana berbeda, biar tidak begitu-begitu saja,"

"Ngaco kamu, Shim. Jangan-jangan otak kamu sudah somplak,"

"Tapi aku kenal mereka baik-baik."

"Dan sekarang kamu baru merasa tertipu dengan anggapanmu,"

"Sudahlah. Valentinan kok malah debat."

Tra bangkit, melepas bando merah jambu. Membuang ke muka jalan.

Shim menguntit. Tra sedang kerasukan. Tidak mau dijejeri kekasihnya.

"Aku mau pulang sendiri, Shim. Jangan ikuti aku." Nada tegas dan sedikit bergetar. Tra tidak menoleh.

"Nggak bisa. Ini sudah malam. Bahaya kamu pulang sendirian. Toh-"

"Bahaya aku ikuti maumu. Aku paham apa maumu sekarang."

"Kamu kehilangan diri kamu sendiri, aku tahu keadaanmu saat ini. Tapi plis, kita tak bisa pulang sendiri-sendiri."

"Aku jadi menyesal mengabaikan Qee,"

"Qee bilang begitu karena kondisi yang tidak memihaknya."

"Qee benar. Hari ini banyak cinta yang menampakkan mukanya. Cinta sejati tidak akan merusak masa depan. Tidak merampas janji kegemilangan."

"Itu tidak ada hubungannya, Tra."

"Kamu makin terlihat mabuk."

Dalam taksi, berdua terdiam.

Taksi yang membawa mereka ke masa depan.

***

Tra, memang, banyak yang berpikir, zaman sekarang pemahaman baik tentang cinta adalah dongeng. Tapi kita tidak. Ada banyak yang menggenggam prinsip cinta dengan teguh. Cinta yang terpelihara rapi di bawah keluasan berpikir. Cinta yang memiliki sumbu panjang, menerangi jalan yang dihujani kegelapan.

***

Tra, Shim, dan Qee adalah tiga sahabat sejak SMP.

Seiring waktu, Shim jatuh cinta dengan Tra.

Qee tidak keberatan. Dia tidak merasa terancam dengan berakhirnya kisah persahabatan. Qee yang paling dewasa diantara mereka bertiga, justru menjadi manager perjalanan cinta Tra dan Shim. Dua sahabatnya yang memiliki porsi cinta sama besar. Qee adalah konsultan cinta paling diandalkan. Tempat curhat Tra tentang Shim. Dan tempat curhat Shim tentang Tra.

Hanya satu yang tidak disukai Qee atas hubungan Tra dan Shim.

Kencan valentin mereka berdua.

Qee yang bekerja di sebuah LSM, menemukan fakta-fakta memilukan dalam perayaan valentin. Banyak kasus dia tangani. Membuat mata hatinya benderang menyimpulkan makna.

"My Tra, barusan aku dapat klien. Gadis kelas 3 SMA. Selama 3 tahun valentinan, 3 kali dia melakukan hubungan terlarang. Dua tahun dia bisa membuat aman. Tahun ini, dia bunting. Kamu tidak percaya, di sekolah dia bintang juara. Pialanya segudang. Namanya terkenal. Duhai, itu bukan hari kasih sayang, itu hari kebangkitan. Bangkitnya generasi yang menutup diri dari batasan moral. Masa depan, bagi mereka, adalah pucuk gunung yang tak perlu lagi diperjuangkan. Asal sekarang senang, begitulah yang ditanamkan."

Qee mengerti, Tra dan Shim bukan sembarang anak muda. Qee selama ini memantau. Memastikan semua aman dan baik-baik. Tapi siapa bisa menjamin mereka lepas. Dua tahun berturut-turut, jelang hari-H, Qee mementori dua sejoli sahabatnya. Meski Shim terlihat emoh menelan peringatan-peringatan.

"Every day is valentine’s day, itu kalau konteks valentin memang murni kasih sayang dan bukan disangkutpautkan dengan tokoh tertentu dari latar belakang tertentu. Kasih sayang tak mengenal batas, ruang, waktu. Sekeliling kita cuma korban industri. Anak muda tidak mau melek, masih dominan ngekor budaya yang bukan dari kita."

Tra sedikit banyak menerima, tapi makin ke sini, Shim sepertinya hendak melepas status Qee dari seorang konsultan cinta menjadi seorang kepala sekolah.

***

Taksi itu membawa Tra dan Shim ke masa depan.

***

Berita heboh tanggal 15 Februari. Dua tahun lalu. Koran yang memuat berita itu tersimpan di kotak bertali pita di almari Qee.

***

Halo Tra, udah pagi. Bangun! Kita jadi pesta kan? No merah jambu, no coklat. Harus banjir tangis. Juga kobaran marah. Pakaian hitam. Serba hitam. Jangan lupa karangan bunga. Ucapan bela sungkawa.

Shim, ganteng-ganteng bangun kesiangan. Payah kamu. Mimpi dikejar gadis-gadis lagi? Atau dicuekin Tra sepanjang naik taksi? Lagian, Tra itu cewek langka. Jangan kira dia nurut begitu saja dari semua maumu. Tra satu diantara sekian gadis yang memahami cinta dengan baik.

Hiks, tanggalan di kamarku, bulan dua masih nongol 14-nya. BENCIIIII. BENCIIII.

Telepon berdering. Pasti dari  Chis.

"Aku ikut pesta kamu ya," Suara Chis sesenggukan.

"Nangisnya nggak boleh sekarang,"

"Ha ha ha," tawa Chis menggelegar. Terasa betul tawa buatan.

Menyedihkan.

***

Tanah itu memang tak lagi merah. Tak lagi basah.

Dua gundukan kecil, menyimpan dua nama yang abadi di hati, di ingatan.

Tanah itu dihuni dua tahun lalu.

Sepasang kekasih. Mati di hari orang-orang merayakan cinta kasih.

***

"Chis, ayo pulang." Ajakku.

Pesta sudah selesai. Puas aku berbicara sendiri, ngobrol sendiri dengan gundukan tanah di pemakaman ini. Tisuku habis. Mataku merah, lebam kebanyakan menangis.

"Bentar," Chis masih jongkok. Tangannya mengeruk permukaan tanah. Membuat gundukan kecil di sisi antara makam Sham dan Tra.

"Itu makam siapa? Eric?" Aku tertawa kecil.

"Bukan. Eric sudah aku makamkan di masa lalu."

Chis, yang sudah sembuh stresnya tanggal 14 ini, mengeluarkan papan kecil dari tasnya. Papan itu ia tancapkan di ujung gundukan tanah yang barusan ia bikin.

Karena aku berdiri, aku tidak begitu jelas membaca tulisan di papan itu.

Seolah mendengar kata hatiku, dengan lirih, Chis berkata, "R.I.P VALENTINE’S DAY"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun