“Saya memang dari luar bumi,” ucapnya lirih, masih dengan mimik muka dingin.
Aku hampir tersedak Aqua demi mendengar itu, “Dari planet lain, maksudmu?”
“Ya,” jawabnya pendek.
“Hahaha! Planet apa? Crypton?”
“Crypton?” Ucap Mark sambil mengernyitkan dahi, “Hahaha…” Tawanya tiba-tiba meledak mempertontonkan barisan gigi yang rapi. Sebuah kilatan cahaya biru sekelebat menyeruak dari salah satu giginya. Hal itu membuatku langsung terpaku.
“Crypton? Hahahaha!” Mark mengulanginya. Geli benar sepertinya. Atau entahlah. Pikiranku mendadak kacau. Kulihat Mark menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan, Oh my God! aku baru sadar, topi hitam yang dipakainya itu… ya topi itu… ukurannya lebih tinggi daripada topi-topi lazimnya. Aku jadi teringat film-film Hollywood tentang Alien dengan bentuk kepala yang melonjong ke atas. Ya, Tuhan, tolong aku, aku mulai terpengaruh oleh pria aneh ini. Pikiranku mulai berpikir jangan-jangan Mark benar dari luar Bumi. Dan Mark adalah…
“Ya, benar, bagi kalian kami adalah alien,” ucap Mark setengah berbisik seolah dia benar-benar telah memindai isi pikiranku.
“Dan sekali lagi, benar. Kami meretas gelombang radio dan elektromagnetik yang berpendaran di Bumi. Dan kami mampu membaca pikiran manusia,”
Ya, Tuhan! Pekikku dalam hati. Pikiranku makin kacau, berusaha membantah namun tak kuasa karena aku sudah merasa dalam kendalinya. Aku hanya bisa diam, meneguk Aqua hingga tandas, dan berusaha tenang meskipun aku mulai takut memikirkan apapun di depan Mark. Aku takut dia benar-benar bisa membaca pikiranku dan karena itu aku takut dia tahu bahwa otakku saat ini sedang memroses sebuah kesimpulan; aku sedang duduk berhadapan dengan orang gila!
“Tak sepenuhnya salah,” ucap Mark, “Semua penghuni Mars memang gila, tergila-gila dengan kopi,”
“Mars?”