Mengapa harus dia? Aku akan rela bila gelar itu didapatkan oleh orang lain. Mungkin Gamma, Voltron, ataupun Edelweiss. Bukan Julian, ya, bukan dia.
      "Quinnie, aku masuk dulu ya, nanti kita sambung lagi, toodles!" Edelweiss melambai ke arahku sambil sedikit berlari kembali ke markas. Aku merebahkan kembali badan di kursi mobil. Menghela napas panjang, kemudian kembali terlelap di tengah kesunyian lapangan parkir markas.
***
      "Hei, Quinnie, ada yang harus Paman bicarakan denganmu,"
      Aku mengucek kedua mataku, perlahan-lahan bayangan Paman Grifforth terlihat semakin jelas.
      "Selamat pagi Paman Griffs," kataku sambil berjalan ke arah meja makan. Dalam hati aku tahu, kemarin malam, aku pasti tertidur di mobil dan untuk kesekian kalinya Paman Grifforth menggendongku ke kamar.
      "Hati-hati sayang," Paman Grifforth dengan sigap memegang tanganku yang hampir menumpahkan susu ke meja. Aku sedikit terkejut, kemudian segera membenarkan posisiku.
      "Paman mau bicara apa?" tanyaku.
      "Ekspedisi bodoh selanjutnya yang harus kau lakukan,"
      "Ke mana lagi, Paman? Bukankah timku sudah mengunjungi seluruh kota. Mulai dari Osbound, Grichivith, Ilandius, Westertown, Anderdunn, bahkan hampir setiap detail Ammerdunn Paman," aku segera mencari peta di rak dekat meja makan, kemudian menunjukkannya pada Paman Grifforth.
      "Tidak dengan tempat itu," Paman Grifforth meunjuk ke salah satu bagian Ammerdunn yang berada dekat Westertown.